curhat

Naskah Khutbahku Idul Adha 1432 H


RENUNGAN IDUL ADHA
Oleh :











Idris Mahmudi, Amd.Kep.S.Pd.I.*
Email : idris_mahmudi@yahoo.co.id
Blog : www.tata-h5idris.blogspot.com
HP : 081336385486

ألسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
ألله أكبر ألله أكبر ألله أكبر لاإله إلاالله ألله أكبر ألله أكبر ولله الحمد.
إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيأت أعمالنا.من يهد الله فلا مضل له،ومن يضلله فلا هادي له.أشهد أن لا إله إلا الله وحده لاشريك له و أشهد أن محمدا عبده ورسو له لا نبي بعده. أللهم صل على محمد وعلى أل محمد،أما بعد: فيا أيها الحاضرون،إتقوا الله فقد فاز المتقون.
Hadirin jama’ah sholat Idul Adha yang dirahmati Allah.
Sejak kemarin sore hingga 3 hari mendatang (hari-hari tasyrik dzulhijjah) gema takbir, tahmid dan tahlil berkumandang di seluruh dunia. Lafadz takbir yang berarti mengagungkan Allah karena kesuksesan dan keberhasilan umat islam dalam memenangkan sebuah pertarungan besar. Iya, pertarungan melawan hawa nafsunya sendiri. Nafsu apakah gerangan ? nafsu keserakahan, nafsu yang menjurus ke dimensi hewani tanpa kontrol agama, nafsu kecintaan pada selain Allah yang berlebihan. Oleh karena itu di Idul Adha ini semua nafsu itu dikontrol dan dikendalikan kembali.
Hadirin jama’ah sholat Idul Adha yang dirahmati Allah.
Suatu ketika Nabi Muhammad beserta para sahabatnya baru saja selesai perang badar, perang yang terkenal perang besar di sejarah islam. Dalam perjalanan pulang nabi nyeletuk :
رجعنامن جهاد الأصغرإلى جهاد الأكبر
“Kita telah pulang dari Jihad yang kecil menuju Jihad yang lebih besar”.

Para sahabat heran karena selama ini perang badar adalah medan jihad terbesar dan bertanya : ”Jihad besar apakah wahai Rosululloh ?” Rosul menjawab : ”Jihad melawan Nafsu”.
Jihad untuk meundukkan nafsu kita sendiri saudaraku sekalian. Karena nafsu seringkali menjadi sumber angkara murka. Apakah nafsu selalu jelek ? Tidak hadirin. Nafsu adalah pelengkap kesempurnaan manusia sebagai manusia. Nafsu adalah kecenderungan manusia. Ia harus ada pada manusia namun penggunaannya harus dikontrol oleh akal sehat dan Agama (Syari’at Islam). Bukankah anak-anak tercinta kita terlahir karena adanya nafsu ? nafsu perlu ada dan butuh penyaluran. Agama mengatur itu. Tanpa nafsu maka bukan manusia, ia adalah malaikat. Mendewakan nafsu juga bukan manusia lagi, tapi binatang. Oleh karena itu islam tidak membolehkan membujang, tidak menikah, atau pengkebirian atas nama mengekang nafsu. Karena itu menghilangkan fitrah dasar manusia. Islam juga mengkutuk manusia yang berprilaku binatang yang tamak, rakus, bebas nilai bahkan free sex, karena itu mendewakan nafsu.

Idun secara etimologi berarti hari raya, bisa juga diartikan kembali. Adha berarti menyembelih, Idul Adha = hari raya penyembelihan. Hal ini maklum, karena dihari itu umat muslim seluruh dunia disunnahkan (dianjurkan) untuk melakukan penyembelihan hewan bagi yang mampu dan dagingnya dibagikan pada mereka yang belum mampu sebagai upaya ibadah dan pendekatan pada Tuhan. Dengan nada sinis orientalis melontarkan istilah ”sadistic killing” pada umat muslim terhadap ibadah kurban ini. Sungguh ucapan yang menusuk hati dan statemen yang keluar tanpa toleransi. Barat yang orientalis dan cenderung materialis begitu cepat menyimpulkan yang fisis lalu mengabaikan yang metafisis. Wajar saja kemudian jika budaya nudis berkembang di komunitas barat, karena iman mereka sudah terkikis. Apa yang mereka katakan sebagai ”sadistic killing” sebenarnya tidaklah demikian kiranya. Penyembelihan itu kita sebut sebagai kurban yang berasal dari kata qorroba – qurbaanan yang berarti mendekatkan. Mendekatkan apa ? Mendekatkan diri kepada Tuhan.
Selain disebut Idul Adha, dan Idul Qurban, hari ini juga disebut dengan Idul Haji karena pada bulan ini umat muslim seluruh dunia diwajibkan menunaikan ibadah haji bagi yang telah mampu. Sangat banyak hikmah yang bisa diambil dari Idul Adha ini, namun disini penulis hanya menyampaikan 3 hikmah saja dari makna Idul Adha sebagai renungan kita bersama. Pertama Idul Adha menyiratkan pesan kemerdekaan (freedom). Kemerdekaan itu dicerminkan dengan anjuran penyembelihan hewan. Secara fisik hal itu seakan menyakiti hewan, namun lebih dalam hal itu adalah semangat untuk berbagi pada sesama, merasakan sesama dan hidupnya sense of social. Bahkan penyembelihan itu merupakan simbol kita menyembelih sifat-sifat kebinatangan kita. Manusia adalah makhluk termulia jika dibanding dengan makhluk lainnya. Ia lebih mulia dari Malaikat apalagi binatang, namun jangan lupa bahwa manusia juga berpotensi menjadi sifat malaikat dan juga bisa menjadi sifat binatang bahkan lebih rendah lagi. Jika ketaqwaan manusia subur, malaikatpun memujinya bahkan sujud (menghormat) padanya. Jika nafsunya yang dominan, maka maksiat didewakan sehingga ia sama dengan sifat binatang bahkan Qur’an menyatakan bisa lebih rendah dari binatang.
Manusia berbeda dengan binatang, namun sifat kemanusiaan bisa luntur jika meniru sifat binatang. Banyak sifat yang membedakan manusia dengan binatang. Diantara yang membedakan manusia dengan binatang adalah sifat rakus.

Hadirin jama’ah sholat Idul Adha yang dirahmati Allah.
Dosa hawa nafsu tahap kedua dari kisah zaman dulu adalah keserakahan (yang pertama adalah sombong). Hal ini dilakukan oleh sepasang manusia pertama yang tergoda rayuan Syetan, sebagaimana ilustrasi Surat Al-Baqoroh ayat 35-38. Di syorga semua dihalalkan dan semua diperbolehkan untuk dimakan kecuali satu pohon saja, kecuali 1 buah saja. Semua yang halal tidak nampak justru atas nama keserakahan 1 yang dilarang dilirik. Syetan datang mempermainkan nafsu serakah manusia, dan keserakahan itu menggelincirkan Adam dan hawa dari syorga. Hutan yang gundul saat ini di negeri yang konon sebagai untaian zamrud katulistiwa ini karena keserakahan manusia yang kemudian berdampak banjir dimana-mana. Bahkan masih teringat di pelupuk mata banjir lumpur, gunung longsor di Panti Jember-JATIM juga atas keserakahan manusia. Bukit-bukit dan gumuk rata dengan tanah karena keserakahan manusia. Negeri ini hancur karena koruptor merajalela itupun karena ketamakan dan keserakahan manusia yang merasa tidak cukup dengan miliknya sehingga mengambil yang bukan haknya. Menurut hemat kami jauh lebih menakutkan koruptor daripada pencuri. Pencuri terkadang terpaksa melakukan tindakan mencuri karena memenuhi kebutuhan hidupnya, atau kebutuhan keluarganya. Namun koruptor melakukan tindakan korupsi karena memenuhi gaya hidupnya. Koruptor merasa kurang dengan pendapatan sah yang dimiliknya, sehingga gaya hidup menuntutnya untuk mengkorupsi yang bukan haknya. Ironisnya mengapa pencuri sebuah semangka dihukum penjara sedang koruptor bank berkeliaran ? Skandal centuri entah kemana ? Malinda dee katanya masih mau operasi ? Anehnya Gayus Tambunan bisa pelesiran ke Bali ? Seorang terhormat yang katanya wakil rakyat M Nazarudin bendahara partai Demokrat dijemput dijemput berulang-ulang baru bisa kembali ? Mengapa jika kesalahan menimpa rakyat kecil hukum ditegakkan, namun jika menyentuh pejabat dan konglomerat hukum diabaikan ? Inilah yang mengantarkan kehancuran negeri ini. Pantas jika Muhammad SAW dulu dengan geram pernah berpidato :
عن عائسة رضي الله عنها أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: أيهاالناس إنما أهلك الذي من قبلكم أنهم كانوا إذا سرق فيهم الشريف تركوه،وإذا سرق فيهم الضعيف أقاموا عليه الحد.والذي نفسي بيده لوسرقت فاطمة بنتي لقطعتهايدهابيدي.(رواه البخارى ومسلم)
”Dari Aisah RA, sesungguhnya Rosululloh SAW bersabda : wahai para manusia, sesungguhnya kebinasaan umat terdahulu adalah manakala pembesar mereka mencuri (korupsi) hukum diabaikan, dan jika orang lemah (rakyat kecil) mencuri hukum ditegakkan. Demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, jika putriku Fatimah mencuri, sungguh sayalah yang memotong sendiri tangannya”.(HR. Bukhori dan Muslim).

Kita lihat betapa negeri ini mempermainkan hukum. Betapa banyak pejabat yang koruptor masih bisa sembunyi dan menyanyi-nyanyi. Sebenarnya sembunyi atau dilindungi ya ? Jika kita berkaca pada Cina, dulu juga terkenal sebagai negara korupsi, birokrasi negara Cina susah membasmi. Suatu ketika dilantiklah seorang presiden baru. Begitu dilantik kemudian Hu Jin Tao di tahun 2003 menyampaikan pidato kepresidenannya yang singkat : ”Sediakan 100 peti mati bagi para koruptor, dan sisakan 1 untuk saya manakala kalian dapati saya korupsi”. Sejak saat itu para koruptor di Cina dihukum mati dan menimbulkan efek jera sehingga saat ini Cina menempati salah satu negeri yang kecil bahkan dinyatakan bersih korupsi. Cina negara yang umat islamnya minoritas bahkan komunis, namun ia praktekkan islam, semangat hadis diatas diaplikasikan sehingga mengantarkan Cina menjadi negara maju, bahkan sekarang diprediksi menjadi macan Asia bersama India. Lalu bagaimana dengan Indonesia ? Mayoritas pendudukanya Islam, bahkan 83 % muslim tapi korupsi merajalela, bahkan digelari negeri terkorup nomer 3 sedunia, terkorup nomer 1 se-Asia Pasifik. Bagaimana hukuman bagi koruptor Indonesia ? Karena yang diterapkan bukan hukuman mati, justru penjara ber-AC, ada fasilitas karaoke, bahkan ada salon untuk perawatan Kecantikan layaknya hotel berbintang 5. Kalaupun hukuman mati bagi koruptor Indonesia diterapkan, kami pribadi tidak setuju. Salah jika koruptor dihukum mati, yang benar adalah dimutilasi. Iya kalau Cina dengan hukuman mati sudah jera, Indonesia...., korupsi seakan sudah mendarah daging dari birokrasi atas sampai ke bawah. Korupsi adalah manifestasi ketamakan, keserakahan yang merupakan dosa ke-2 yang membuat 2 manusia mulia tergelincir dari Syorga. Oleh karena itu fenomena sekarang banyak termuat TV, dulu pejabat karena diketahui korupsi jadi tersangka penjahat. Dulu bupati karena korupsi jadi masuk bui. Malukah mereka ? Alih-alih merasa malu, justru bangsa ini malu-malu-in di mata Internasional. Jangan-jangan benar anekdot Najwa Shihab ”jika di zaman ORLA korupsi sembunyi-sembunyi di bawah meja, di zaman ORBA korupsi terjadi diatas meja, era reformasi korupsi makin gila, karena tidak dibawah atau diatas meja, namun mejanya pun dikorupsi dan dibawa lari”.
Rakus adalah stigma untuk binatang. Namun terkadang kita merenung sebenarnya siapa yang rakus, manusia atau binatang ? Dalam pelajaran biologi kita dikenalkan dengan istilah herbivora (hewan pemakan rumput misal sapi). Yang menarik sapi hanya makan rumput/dedaunan saja, ia tidak mau mie ataupun spageti, Carnivora pun begitu. Ternyata manusia di kelompok Omnivora (pemakan segala), akankah ini meingindikasikan manusia itu rakus ? Seakan manusia malah lebih rakus dari pada hewan. Sampai detik ini belum ada hewan pemakan api, tapi manusia sudah mampu memakan api (baca = merokok). Sepertinya perlu istilah baru untuk mahluk pemakan api ini. Jika kita berasal dari desa tentu kita tahu hewan yang dikenal bajing. Umum dikenal masyarakat desa bahwa bajing itu binatang yang rakus, tapi serakus-rakusnya bajing paling hanya kelapa yang dimakan. Tapi bajingan, bukan hanya kelapa, bahkan beras, uang, aspal, batu, gunung, kabel listrik, kayu jati pun dimakan. Karena kerakusan bajingan gunung bisa habis, dan hutan jadi gundul yang kemudian berakibat kerusakan, banjir maupun longsor.
Sifat kedua yang membedakan manusia dengan binatang adalah rasa malu. Bahkan Rosul SAW menegaskan ”malu itu sebagian dari iman”. Sapi tidak malu tidak berbaju dan kelihatan aurotnya. Harusnya manusia malu jika aurotnya terlihat, namun faktanya justru aurot manusia diumbar bahkan bangga dipamerkan. Itu kan sama dengan binatang. Ayam jantan mengejar ayam betina lalu melampiaskan syahwatnya tanpa ada komitmen (pernikahan) bahkan dilakukan di halaman sekolah tatkala upacara bendera sedang berlangsung, banyak manusia berbaris menyaksikannya si ayam enjoy saja. Hari ini perselingkuhan terjadi, remaja kita tanpa risih berciuman di tempat umum, bahkan berhubungan intim di semak-semak, ini kan lebih dari hewan.
Disaat menyampaikan kuliah umum ke mahasiswa, penulis iseng melontarkan angket “faktor apa saja yang paling ditakuti remaja jika melakukan free sex menurut anda?”. Dari 56 responden terlihat : 1. takut hamil = 41 %. 2. takut dosa/takut laknat Tuhan/takut masuk neraka = 39 %. 3. takut terkena HIV-AIDS = 20 %. Berikutnya dengan nilai lebih kecil takut ketahuan orang tua, dan takut dikucilkan keluarga dan masyarakat. Sebuah data yang mencengangkan, generasi muda kita lebih takut terjadi hamil dari pada takut/malu pada Tuhan. Sungguh iman mulai tipis, dosa mulai tiada dan Tuhan mulai enggan menyapa karena Dia sudah di nomer dua-kan (menempati prioritas nilai ke-2). Karena rasa malu mulai sirna dan karena Tuhan nomer 2, pantaslah jika di Jawa Timur (tahun 1992) 47% remajanya pernah melakukan hubungan seks pra-nikah, di Bali (tahun 1990) 90% remajanya pernah berhubungan seks bebas.(Mahmudi, 2009 : 86). Gejala seks bebas itu merambat ke para siswa, 62 % siswa/siswi SMP sudah pernah berhubungan seksual. Bahkan Penelitian baru-baru ini di Jogjakarta (tahun 2003 oleh Iip Wijayanto dalam bukunya sex in the kost) menyatakan 97,05% mahasiswi di Yogyakarta sudah tidak perawan lagi.(Babun Suharta, 2011 : 2). Jika ayam melakukannya, itu hal yang wajar walau tanpa komitmen pernikahan ataupun ditempat umum, tapi bagi manusia ? Ayo kita bina lagi generasi, ayo kita tata lagi birokrasi dengan menghidupkan Tuhan kembali ke dalam diri. Kita bukanlah penganut Karl Marx yang bergumam “the relegion is opium”(agama adalah candu/sesuatu yang meracuni). Kita juga bukan penganut Nietszhe yang mengigau “God is died”(Tuhan telah mati) dan mendeklarasikan kematian Tuhan karena merasa frustasi tidak menemukan Tuhan dalam pencariannya. Kita adalah umat yang meminjam terminologi Ihsan “beribadah (melakukan perbuatan apa saja) seakan-akan mampu melihat Allah, namun jika tidak mampu melihat-Nya yakinlah bahwa Dia pasti melihat segala perbuatan kita”. Dengan begitu kita tidak perlu polisi atau KPK, karena Tuhan yang mengontrol kita. Jika kita tidak sadar dari koma ini, kondisi bagsa dan generasinya akan makin parah. Mungkin kita tidak membunuh Tuhan, tapi dengan data jawaban remaja diatas Tuhan telah di nomer duakan, Tuhan telah di-marginalkan, dan jangan-jangan hal itu adalah proses untuk membunuh Tuhan secara perlahan. Astaghfirullohal Adziim...
Manusia memang memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi, tapi bukan berarti rakus. Manusia juga punya syahwat yang harus disalurkan, tapi bukan berarti tanpa kontrol dan tak tahu malu. Disinilah peran agama mengaturnya, dan spirit Idul Adha ini adalah simbol kemerdekaan manusia dari sifat kebinatangan. Menyembelih binatang dalam Idul Qurban ini berarti menyembelih nafsu/sifat-sifat kebinatangan agar mengembalikan alam nasut (kemanusiaan) sebagai insan kamil bahkan lebih mendekatkan diri ke alam Lahut (dimensi ketuhanan yang suci yang menjadi sifat dasar ruh manusia).
Hikmah ke-2 dari Idul Adha adalah bulan yang menyiratkan Jihad (kesungguhan). Ismail yang begitu membahagiakan Ibrahim karena sekian tahun diidamkan beserta istri ke-2 nya harus ditinggalkannya di padang tandus yang tidak berpenghuni bahkan tak ada air untuk menunjang kehidupan. Untuk apa itu jika bukan karena ingin bersungguh-sungguh melaksanakan perintah Allah, ingin sungguh-sungguh menjadi hamba Allah yang taat dan mendekatkan pada-Nya. Ribuan jamaah haji dari Indonesia yang konon harus mengeluarkan biaya 30-35 juta, sebulan meninggalkan keluarga, bahkan kepanasan dan berdesak-desakan di Mekkah, buat apa ? Niat dan kesungguhan untuk beribadah, mendekatkan diri pada Tuhan itulah yang melandasinya. Namun kesungguhan itu hendaklah dibangun dengan niat yang tulus-ikhlas. Jika tidak justru akan menjadi kesombongan dan bernilai sia-sia.
Hadirin jama’ah sholat Idul Adha yang dirahmati Allah.
Sejarah telah membuktikan bahwa ada 3 dosa (secara prioritas) yang ternyata itu tercetus karena nafsu yang tidak terkendali. Salah satunya yang Pertama (dan merupakan dosa pertama kali) : nafsu kesombongan, dimana saat penciptaan Adam AS, termuat kisah :
قال مامنعك ألا تسجد إذ أمرتك؟قال أناخيرمنه خلقتني من ناروخلقته من طين
“Allah berfirman: "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu aku menyuruhmu?" Menjawab iblis "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang Dia Engkau ciptakan dari tanah".(Q.S. Al-A’rof : 12).

Haji bukanlah kesombongan, tapi justru kerendahan hati kita dihadapan Allah. Tidakkah kita fahami filosofi hijir ismail yang berdampingan dengan ka’bah rumah Allah yang selalu terkait dengan ibadah haji ? haji justru membangun rasa kepekaan pada masyarakat sekitar (sense of social), sebagaimana kisah Al-Muwaffaq yang tidak jadi pergi haji karena tetangganya kelaparan, namun justru dijamin hajinya mabrur. Kita bukanlah kaum materialisme pemuja Karl Marx yang melakukan sesuatu hanya atas dasar materi. Kita juga bukan kaum behaviorisme pemuja Ivan Pavlov yang melakukan sesuatu atas dasar adanya stimulus dan respon. Kita adalah umat islam penganut ajaran yang disampaikan Muhammad SAW yang melakukan sesuatu atas dasar kepentingan baik dunia-maupun akhirat. Kesungguhan itulah yang memuliakan kita dari penganut apapun karena mampu melihat yang fisik dan meyakini yang metafisik. Justru dengan keyakinan terhadap yang metafisik (iman), menjadikan kehidupan ini lebih berarti.
Makna ke-3 dari Idul Adha berarti bulan persamaan manusia. Semua yang berhaji berpakaian yang sama dan berfokus pada yang sama (menuju dan hanya untuk Allah). Sebenarnya Idul Adha mengingatkan kita bahwa semua manusia itu sama, dilahirkan telanjang mati juga telanjang, hanya diselimuti kain kafan. Iman dan taqwa manusia lah yang membedakan di hadapan Allah. Gelar yang berderet, segala jabatan dan pangkat yang melekat semua itu akan tanggal di hadapan Tuhan. Jadi meminjam terminologinya Muhammad Iqbal, Idul Adha ini berfungsi untuk memanusiakan kembai manusia itu. Ya Allah ya Robi, terimalah ibadah kami, terimalah qurban kami dan terimalah haji kami.
أعوذباالله من الشيطان الرجيم. بسم الله الرحمن الرحيم. أللهم صل على محمد وعلى أل محمد والحمدلله رب العلمين. أللهم اغفر للمسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات الأحيإ منهم والأموات أللهم أرناالحق حقاوارزقناإتباعه وأرناالباطل باطلاوارزقناإجتنابه ربناهب لنامن أزوجناوذريتنا قرة أعين واجعلنا للمتقين إماما ربناأتنافي الدنياحسنة وفي الأخرةحسنة وقناعذاب النار. عبادالله: إن الله يأمربالعدل والإحسان وإيتائ ذى القربى وينهى عن الفحشإ والمنكر والبغي يعظكم لعلكم تذكرون.فاذكروني أذكركم واشكرولي على نعم يزدكم ولذكرالله أكبر.

Jember, 2 November 2011.

Penulis,



Idris Mahmudi, Amd.Kep; S.Pd.I.


• Penulis adalah Mahasiswa Pasca Sarjana STAIN Jember, Dai dan Perawat-Akupunturis, sekretaris majelis tabligh PCM Sumbersari, penulis buku “Panduan Lengkap seks Islami ditinjau dari Segi Al-Qur’an, hadis dan Medis”, dan dosen bantu di FIKES UNMUH Jember.

0 komentar:

Posting Komentar