curhat

bertemu Kyai haji Ahmad Dahlan


SEBUAH PERTEMUAN
Oleh :

Idris Mahmudi, Amd.Kep;S.Pd.I.*
HP : 081336385486.
Email : idris_mahmudi@yahoo.co.id.
Blog : www.tata-h5xidris8sukses.blogspot.com.

Dalam keheningan malam aku termenung, melihat dan menatap diriku sendiri. Berintrospeksi dan bertanya pada diriku sendiri :”kemana sebenarnya aku berlayar dan seperti apa sebenarnya muara kehidupanku nantinya?” Bertahun-tahun aku mendayung dan mengembangkan biduk, tak jua kudapati ketentraman dan ketenangan dalam komunitas masyarakat yang penuh dengan kelaziman, kelaparan, dan kungkungan ketidak adilan”.
Assalamualaikum……
Wa’alaikumus salam, jawabku penuh kekagetan dan membuyarkan sejuta lamunanku sesaat seorang tua mengucapkan salam kepadaku sambil memegang pundakku dari belakang. Spontanitas memori otakku berjalan sambil berkata dalam hati : “Sepertinya aku kenal dengan pak Tua ini ?” yaaah …
Wajahnya begitu familier, fotonya kusimpan rapi dalam albumku, aku kenal pak tua ini ! Bukankah pak tua ini yang mendirikan sebuah organisasi berbasis umat islam rasional terbesar di Indonesia. Bukankah pak tua ini yang mengubah Surat Al-Ma’un menjelma menjadi ribuan panti asuhan. KH Ahmad Dahlan seruku dalam hati sambil mencium tangannya dan sungkem ke pangkuan kearifan wibawanya. Hatiku tenang sekali melihat keteduhan wajahnya. Tapi aku bingung, mengapa ia ada di sini ? mengapa ia muncul lagi di tahun ini ? bukankah ia telah …
“Memang aku telah lama mati anak muda, bahkan mungkin ragaku telah bersatu dengan tanah, namun kumohon jangan kau kubur cita-cita dan ajaranku bersama jasadku anak muda” ucapnya sambil meneteskan air mata beningnya seakan ia mampu membaca alur pikiranku. Tanpa sadar akupun meneteskan air mata. Ia merangkulku, dalam keadaan yang serba haru itu ia berbisik : “Mungkin usiaku hanya 55 tahun anak muda, tapi meski aku telah tiada, tolong hidup-hidupilah Muhammadiyah dan jangan mencari hidup di Muhammadiyah”.
Astaghfirulloh …. Aku tersentak dan sadar. Maafkan aku Kyai, maafkan generasi penerusmu yang justru banyak mencari hidup di Muhammadiyah demi kekenyangan perutnya tanpa mau menghidupi Muhammadiyah. Bahkan kami sering bertengkar satu sama lain hanya karena ingin mencari hidup di Muhammadiyah.
Aku sadar,aku mendongakkan wajah dan ingin kusampaikan ini semua pada beliau, tapi ia telah pergi entah kemana tanpa kutemukan jejaknya. Aku sedih sekali terasa kehilangan untaian mutiara yang selama ini kucari. Akupun akhirnya menangis sendirian di keheningan malam itu.


* Penulis adalah Guru dan perawat-akupunturis, alumni IMM serta sebagai dosen Bantu di D3 FIKES UNMUH Jember.

Gerakan wanita

GELOMBANG TSUNAMI GUGATAN KAUM HAWA
Oleh :

Idris Mahmudi, Amd.Kep;S.Pd.I.*
HP : 081336385486.
Email : idris_mahmudi@yahoo.co.id.
Blog : www.tata-h5xidris8sukses.blogspot.com.

Bicara tentang wanita dengan segala seluk-beluk dan dinamikanya memanglah unik dan takkan pernah ada habisnya. Secara historis, perjalanan kaum hawa memang penuh perjuangan. Perjuangan itu menjadi memori tersendiri bagi setiap wanita yang terlahir ke dunia. Celakanya, bila memori itu adalah kenyataan ironis sebuah “kesewenang-wenangan” dan “penindasan” yang pelakunya di-alamatkan pada kaum Adam. Nyaris “memori hitam” itu takkan pernah terlupakan dan selalu teringat oleh pita rekam wanita, siapapun dia, dimanapun tempatnya dan sampai kapanpun. Sebagai contoh beberapa referensi “memori hitam” kaum hawa itu adalah :
1. Di Nepal ada sebuah adat yang namanya Devaki. Adat Devaki ini mengharuskan untuk membakar hidup-hidup wanita, karena dengan demikian (anggapan mereka) akan mendatangkan kesejahteraan dan mengusir penderitaan yang ada.
2. Di Eropa zaman kekaisaran ada budaya yang bernama Primae Noctis. Budaya Primae Noctis ini adalah sebuah praktek dimana perempuan yang akan menikmati malam pertama dengan suaminya dalam perkawinannya, harus dinikmati (diperawani) dulu oleh raja yang berkuasa saat itu.
3. Di masyarakat Jawa zaman kerajaan, perempuan hanya dijadikan selir-selir maupun gundik pemuas nafsu birahi kaum bangsawan.
4. Bahkan di masyarakat Arab jahiliyah pada zaman pra-islam, bila seseorang melahirkan manusia yang berjenis kelamin wanita dianggap aib, menanggung malu dan harus dikubur hidup-hidup. Masyarakat arab jahiliyah lupa bahwa yang melahirkan wanita itu adalah isteri mereka seorang wanita juga.
Beberapa contoh itu menjadikan kenangan traumatik tersendiri bagi kaum hawa, sampai-sampai berkembang animo bahwa wanita itu hanya melingkupi “3 Ur” yaitu : “sumur, dapur dan kasur”. Sumur representasi dari kebersihan, dapur representasi dari makanan dan kasur representasi dari pemuasan seks lelaki. Bahkan yang lebih ekstrim bahwa orang jawa menyebut wanita sebagai makhluk yang tugasnya hanya “masak, macak, dan manak”. Sadar akan sejarah masa lalunya, maka wanita berusaha me-record pengalaman traumatiknya. Mereka bangkit, menentang dan melawan yang kadang malah kebablasan dan keluar dari rel kewanitaannya baik secara etika maupun secara estetika. Wacana emansipasi wanita, kesetaraan gender dan gerakan feminisme mulai membahana dalam dunia akhir-akhir ini.
Bagaimana islam menyikapi gugatan kaum wanita semacam emansipasi, kesetaraan gender ataupun feminisme ? Islam adalah agama tengah-tengah yang tidak ekstrim “kanan” dan juga tidak ekstrim “kiri”, dan pada dasarnya islam adalah agama yang membebaskan umat manusia khususnya pembebasan bagi kaum wanita. Contohnya: saat islam belum datang, masyarakat Arab mengubur hidup-hidup bayi wanitanya. Tapi saat islam datang, hak hidup wanita diberikan, bahkan anak kesayangan pembawa risalah islam (Muhammad SAW) adalah seorang wanita (Fatimah binti Muhammad). Jadi islam adalah agama feminis dan sangat peduli terhadap gugatan batin kaum hawa.
Emansipasi wanita adalah gugatan kaum hawa dalam bidang peran dan aktivitasnya secara publik sebagaimana laki-laki. Penulis setuju dengan hal ini, asalkan tidak sampai melanggar kodrati kewanitaannya. Wanita main bola dan memanjat pohon kelapa tidak ada salahnya. Namun apakah itu pantas dan estetis ? begitu pula dalam hal kesetaraan gender. Patut kita bedakan antara seks dan gender. Seks berkaitan dengan kelamin, rahim, payudara dan reproduksi, dan itu absolut kodrati yang tidak bisa dirubah. Memaksa merubah dengan operasi bedah plastik misalnya sama dengan menolak taqdir Tuhan yang diberikan padanya. Gender identik dengan peran semisal : keibuan, mengurus rumah tangga, mencuci dan memasak. Jika kesetaraan gender dianggap sebagai persamaan : bila wanita memasak, maka lelaki harus memasak pula, ya monggo-monggo saja asalkan ada kompromistis antara kedua jenis kelamin. Bisa jadi lelaki sebagai ibu bagi anak-anaknya, sedang wanita sebagai pencari nafkah sekaligus kepala rumah tangganya. Namun pantaskan yang demikian itu secara sosiologis ?
Mengenai feminisme. Feminisme berasal dari kata feminine dan isme. Feminine berarti wanita sedang isme berarti faham. Jadi secara etimologi feminisme berarti faham / gerakan kewanitaan, dan feminisme mengalami pemetaan. Ada 4 aliran feminisme di dunia yaitu : feminisme liberal, feminisme Marxis, feminisme radikal dan feminisme sosialis. Dari ke-4 feminisme itu tampaknya masyarakat lebih dapat menerima pemikiran Vandana Shiva, yaitu Echo-feminisme. Karena faham echo-feminisme ini mencoba meng-akulturasikan (memadukan) kodrat wanita dengan kondisi social-objektif perempuan saat ini. Perlawanan kaum wanita untuk menunjukkan existensinya begitu dahsyat laksana gelombang pasang tsunami. Tahukah anda akibat dari tsunami ?
Feminisme itu bagus, bahkan perlu asalkan masih dalam frame yang proporsional, dan tidak kebablasan menjadi liberal maupun radikal yang akan berakibat fatal. Sebagai contoh perlawanan wanita yang radikal adalah Annable Chong. Ia adalah wanita kelahiran Singapura dan menyelesaikan program Doktoralnya (S3) di Amerika. Di usianya yang ke-22 tahun, ia membuat dunia terkejut. Ia meng-ikhlaskan tubuh moleknya untuk dinikmati (disetubuhi) oleh 251 laki-laki. Semua laki-laki itu mengalami orgasme dan kontan saja 251 laki-laki itu terkulai lemas dan tertidur pulas sesaat setelah ejakulasi sementara Annable Chong masih tampak segar dan “bersemangat”. Adegan itu Ia (Annable Chong) sebarkan melalui kepingan CD porno. Ia bukannya orang gila, tapi ia melakukan semua itu diatas kesadaran penuh yang composmentis. Ia hanya ingin membuktikan pada dunia akan existensi seorang wanita. Ia hanya ingin menepis stigma bahwa wanita makhluk yang lemah dihadapan pria. Ia contohkan keperkasaan dirinya yang mampu menaklukkan 251 laki-laki diatas ranjang bergoyang. Salahkah ia … Annable chong tidak salah, hanya saja perlawanan kewanitaannya dalam bingkai feminisme yang ia lakukan terlalu radikal sehingga secara kultur baik dalam pandangan etika maupun estetika, masyarakat tidak dapat menerimaya.
Jika Annable Chong membuktikan ketegaran wanitanya melalui seksualitas, lain halnya dengan prof. Dr. Amina Wadud. Ia adalah professor studi islam dan studi agama di depertemen filsafat Virginia Commenwealth University. Pada hari Jum’at 18 Maret 2005 dunia islam geger. Ia menjadi khotib dan imam sholat Jum’at di sebuah gereja Anglikan the Synod house of the cathedral of St. john the divine Newyork Amerika Serikat. Mu’adzinnya pun seorang wanita dari mesir bernama Suhayla el-Attar. Jamaahnya tidak hanya wanita, tapi beragam, wanita dan pria. Yang unik lagi, shof (barisan sholat) bersatu tanpa pembatas, wanitanya ada yang berjilbab dan ada yang tanpa menutup aurot (pakaian you can see). Ia sadar betul dengan apa yang ia lakukan. Amina Wadud hanya ingin supaya dunia memandang kaum wanita. Ia hanya ingin existensi wanita setara dengan pria. Salahkah Amina Wadud ? … Seandainya saja ia mendeklarasikan agama baru, mungkin saja tiada kesalahan baginya. Hanya saja ia mengikatkan tindakannya pada islam, dan ia lupa bahwa secara normatif teologi islam yang demikian itu bertentangan.
Kongkritnya, menurut hemat penulis : silahkan saja kaum wanita melakukan gugatan baik melalui wacana emansipasi, kesetaraan gender maupun feminisme asalkan tidak kebablasan, proporsional dan tidak bertentangan dengan etika normatif yang ada, baik normatif agama, normatif budaya yang berlaku pada masyarakat maupun kelayakan estetika.

* penulis adalah guru, perawat-akupunturis, alumni IMM dan dosen Bantu di D3 Fikes UNMUH Jember.

togog semar dan batara guru

Togog, Semar, dan Bhatara guru

Di zaman yang sudah modern dan serba komputer ini, tak banyak lagi orang yang kenal dengan Togog, Semar, maupun Bhatara Guru. Paling hanya segelintir orang kuno, norak, dan ndeso saja yang masih kenal siapa mereka bertiga itu. bagi para penggandrung filsafat, kini sosok Togog, Semar, dan Bhatara Guru sudah tergantikan oleh Theodore Adorno, Hokhaimer, Antonio Gramschi, Juergen Habermas, dan Michael Foucoult. Tapi itu masih mendingan dari pada generasi berikutnya yang kenalnya sama Afgan, Luna Maya, Olga Syahputra, dan Manohara. Atau jangan-jangan sudah lebih dari itu, mereka mungkin sudah merambah ke kelasnya Inul Daratista, Trio Macan, dan Dewi Persik. Kemudian seiring dengan berjalannya waktu, maka muncullah generasi ketiga, generasi masa kini. Generasi ini, kenalannya adalah angkatannya Sintia, Sinta, Santi, dan, Siti, serta immawati-immawati yang lainnya. Kalo generasi yang ini sifat kenalannya lebih riil dan konkrit dari pada generasi-generasi sebelumnya. Baru ketemu, trus kenalan, jadi akrab, kemudian ditembak, kena, dan langsung jadian.
Togog bisa jadi adalah sebuah permainan tradisional anak-anak desa zaman dulu. Sejenis Petak Umpet, tapi bukan Petak Umpet. Petak Umpet itu lebih modernis dari pada Togog. Bahkan, Petak Umpet itu sudah go abroad ke Eropa, Amerika, dan Australia, sehingga orang sana mengenalnya dengan hide and seek. Kalo Togog belum pernah ke mana-mana, dia memang masih udik dan jadul. Ada tiga permainan tradisional lagi yang sama dengan Togog, sama-sama dari desa, dan sama-sama masih udik, mereka adalah Pel-Pelan, Sepak Tekong, dan Jumpritan.
Namun Togog dalam bahasan ini, bukanlah Togog jenis permainan seperti diutarakan barusan. Togog yang saya maksud di sini adalah Togog, saudara sulung dari Semar. Lho, siapa Semar itu? Semar itu ya adiknya Togog, dia adalah saudara tua dari Bhatara Guru. Lantas siapa Bhatara Guru itu? Bhatara Guru, ya adik bungsu dari Togog maupun Semar. Dialah pewaris tahta Kahyangan Jonggring Saloka. Dialah yang menjadi ketua umum dari para mahadewa dan dewa-dewa di kahyangan, begitulah kira-kira kalau kepemimpinan di kahyangan saat itu menganut asas collective collegial.
Togog, Semar, dan Bhatara Guru adalah putra-putra dari Sang Hyang Tunggal dengan Dewi Rekatawati, putri dari Sang Hyang Rekatatama. Dari pernikahan tersebut, Dewi Rakatawati melahirkan sebutir telur. Karena merasa kesal, maka Sang Hyang Tunggal membanting telur tersebut hingga pecah. Kemudian bagian cangkang dari pecahan telur tersebut menjelma menjadi sesosok mahluk yang diberi nama Antaga, Bhatara Antaga. Bagian putih telurnya, berubah menjadi mahluk yang diberi nama Bhatara Ismaya. Sedangkan bagian kuning telurnya berubah menjadi mahluk yang diberi nama Bhatara Manikmaya.
Setelah ketiga putra-putra Sang Hyang Tunggal tersebut telah dewasa. Maka terjadi perselisihan antara Antaga dengan Ismaya. Mereka saling berebut atas warisan tahta Kahyangan Jonggring Saloka nantinya. Mereka berdua kemudian bersepakat mengadakan sayembara bahwa yang berhak untuk mewarisi tahta Kahyangan Jonggring Saloka adalah yang berhasil menelan Gunung Jamurdipa dan berhasil memuntahkannya kembali.
Giliran pertama adalah Antaga, dengan segenap kesaktiannya ia mencoba untuk menelan bulat-bulat Gunung Jamurdipa. Namun ternyata Antaga gagal melakukannya, malahan mulutnya sobek menjadi lebar dan dower, matanya jadi melotot seperti hampir copot. Kemudian berikutnya adalah giliran Ismaya, Ismaya melakukan cara yang berbeda untuk menelan Gunung Jamurdipa. Dia memakan Gunung Jamurdipa perlahan-lahan, sehingga lama-kelamaan Gunung Jamurdipa telah berpindah ke dalam perutnya, sehingga perutnya menjadi besar dan membuncit. Matanya menyipit, hampir terpejam, karena kekenyangan. Namun masalahnya, dia tak berhasil memuntahkan kembali Gunung Jamurdipa yang telah dimakannya.
Di pihak lain, ternyata Sang Hyang Tunggal mengetahui tingkah polah kedua putranya tersebut. Dia marah atas keserakahan Antaga dan Ismaya, sehingga keduanya dikutuk menjadi mahluk yang lebih jelek lagi dari kondisi mereka saat itu. Untuk tahta Kahyangan Jonggring Saloka, Sang Hyang Tunggal memutuskan akan mewariskannya kepada putra bungsunya, Manikmaya. Manikmaya kemudian naik tahta bergelar Bhatara Guru. Dia memiliki beberapa istri dan banyak anak. Beberapa dari putra bhatara guru, menjadi dewa-dewa inti di kahyangan. Sedangkan putra-putranya yang lain, turun ke marcapada (dunia manusia). Ada yang hidup dan menjalani lakon sebagai resi dan kesatria, adapula yang hidup dan menjalani peran sebagai Asura (raksasa, denawa, dan angkara murka).
Tidak berhenti sampai di situ, Antaga dan Ismaya yang telah dikutuk menjadi jelek tadi, keduanya kemudian disuruh turun ke marcapada untuk melaksanakan tugas dari Sang Hyang Tunggal. Antaga ditugaskan untuk menjadi pembisik dan pemberi tuntunan kepada keturunan Bhatara Manikmaya dari golongan Asura tentang makna luhur kehidupan. Di marcapada, dia memakai nama Togog. Sedangkan Ismaya, di marcapada dikenal dengan sebutan semar. Ia ditugasi untuk mengasuh, mendidik, dan membantu para kesatria keturunan Bhatara Manikmaya dari jalur Resi Manumasa. Keturunan-keturunan Resi Manumasa inilah yang kemudian menjadi tokoh-tokoh utama, menjadi kader-kader dalam ceritera pewayangan yang memerankan karakter protagonis. Kalo mau diurut keturunan Resi Manumasa itu yakni mulai dari Prabu Sentanu, kemudian Resi Abiyasa, kemudian Prabu Pandudewanata, kemudian Pandawa, dan terakhir adalah Prabu Parikesit.
Di marcapada, Togog adalah sosok yang kuat pendiriannya, keras kepala, sedikit revolusioner, dan kurang arif dalam menyingkapi persoalan. Namun meskipun demikian, ia memiliki hati yang tulus dalam memperjuangkan kader, kader-kader asura keturunan manikmaya. Mulutnya yang lebar, melambangkan bahwa pengetahuannya luas dan banyak omong. Lebih-lebih, omongan-omongannya itu juga kritis, pedas, dan panas. Makanya tak jarang bila banyak telinga yang gatal dan memerah karena omongan dan isu-isu yang digembar-gemborkan olehnya. Dia juga teguh dalam memegang prinsip-prinsip serta moralitas IMM, Ikatan Mahadewa-Mahadewi maksudnya. Karena walaupun telah dikutuk menjadi jelek dan disuruh turun ke marcapada, namun ia juga masih terhitung mahadewa, bahkan terletak pada level yang tertinggi, sejajar dengan posisi manikmaya. Itulah yang menyebabkan tidak ada yang berani menghentikannya untuk mengkritisi kebijakan-kebijakan Kahyangan Jonggring Saloka, meskipun telah cukup memekakkan telinga jajaran-jajaran eksekutifnya.
Sekanjutnya dalam kisah-kisah pewayangan, sosok Togog, jarang sekali muncul. Entah berada di mana dia, dan di mana tempat tinggalnya. Namun semangat, kepeduliannya terhadap kader, keteguhan prinsip, dan karakternya yang kritis telah melebur dan menyebar ke mana-mana. Merasuk ke dalam diri-diri kader yang vokal dan lantang bicaranya. Ketika ada kader yang angkat bicara dengan lantang, menyoal prinsip-prinsip dan moralitas yang mulai dilangar, mempertanyakan kembali makna ikatan, meluruskan shaf gerakan yang tengah kocar-kacir, serta mengkritisi kinerja pimpinan yang tengah berjalan, menuntut adanya kontrak politik, maka sesungguhnya dialah penjelmaan Togog itu. Suatu saat Togog atau perwujudannya pasti akan lebih mengokohkan eksistensinya, bangkit dari kubangan dan naik ke permukaan.
Berbeda dengan Togog, Semar atau Bhatara Ismaya memiliki pribadi yang lebih arif, berwibawa, tenang, dan bijak, serta berdedikasi tinggi. Sebenarnya dengan karakter-karakter seperti itu, cocok sekali bila kelak dia mencalonkan diri atau dicalonkan dalam bursa pemilihan Ketua Umum Kahyangan Jonggring Saloka. Namun sayang, keserakahan dan kesalahannya di masa lalu telah membuat track record-nya agak buruk. Di marcapada, tampak adanya keseriusan dari Semar untuk menebus kesalahan-kasalahan itu, semar diturunkan ke bumi dan ditugasi untuk menjadi emban pengasuh para ksatria, mengkader, melayani, dan membantu segala permasalahan mereka.
Bagi Semar, kutukan yang sedang ia jalani seperti sekarang ini, itu merupakan sebuah ujian dan tantangan tersendiri baginya. Dia menjalaninya dengan ikhlas, mantap, penuh semangat, namun alon-alon seng penting klakon. Terbukti dari hasil keikhlasan dan dedikasinya itu, banyak kader-kader yang berada dalam asuhan, didikan, dan pengkaderan yang dilakukan olehnya akhirnya menjadi resi yang bijak, ksatria tangguh dan raja-raja besar. Dalam melakukan tugas dan dedikasinya itu, semar dibantu oleh tiga orang anak angkatnya yaitu Bagong, Petruk, dan Nala Gareng. Mereka berempat, dalam dunia pewayangan kerap disebut sebagai Punokawan.
Setiap orang terlahir memiliki titik-titik kelemahan, begitupun juga dengan Semar. Di balik pribadinya yang tenang, arif, bijak, dan berwibawa tersembunyi emosi yang tinggi yang menjelma menjadi kesaktian yang dahsyat bila dia marah. Makanya jangan sekali-kali membuat Semar tersinggung, apalagi naik darah. Karena kalau dia sampai tersinggung, maka bisa-bisa dia mogok dan ndak mau melakukan tugasnya. Kalau sudah begitu, maka ujung-ujungnya tidak akan ada lagi ksatria hebat yang lahir. Para kader-kader asuhannya akan mangkrak semua.
Tapi Itupun masih mending, kalau dia sudah naik darah amarahnya sudah tak terkendali lagi, maka ia tak akan segan-segan untuk naik ke kahyangan. Ingat, bahwa dia adalah kakak dari Bhatara Guru, penguasa kahyangan, maka kesaktian dan kedigdayaan semar juga luar biasa. tak sulit baginya untuk mengobrak-abrik tatanan Kahyangan Jonggring Saloka. Bahkan tak perlu mengerahkan kesaktian yang macam-macam, kentutnya sudah cukup porak-poranda kahyangan. Mulai dari kahyangan Jonggring Saloka sendiri, dan merembet dampaknya hingga ke Kahyangan Keinderan, Kahyangan Suralaya, Sidiudal-Udal, Saptapratala, Kahyangan Setro Gondomayit, dan beberapa kahyangan tetangga lainnya. Kalau sudah seperti itu, biasanya Bhatara Narada lah yang diutus untuk membujuk dan menenangkan hati Semar. Begitulah Semar kalau dalam lakon pewayangan. Makanya sosok Semar ini tidak bisa dianggap remeh.
Kemudian si bungsu, Bhatara Guru, ia bagaikan kejatuhan durian. Dia akhirnya menduduki tahta Kahyangan Jonggring Saloka, karena kesalahan kedua kakaknya. Sebenarnya Bhatara Guru ini masih terlalu muda dan lumayan karbitan juga, ia tidak pernah dipersiapkan untuk menjadi pemimpin. Namun Karena segala sesuatunya telah terjadi di luar perkiraan, dan karena keterpaksaan kondisi, maka tiada lagi pilihan, ia pun musti melaksanakan tanggung jawab menjalankan pemerintahan di Kahyangan Jonggring Saloka. Dari proses tata kelola kahyangan yang ia lakukan selama masa pemerintahannya itulah, sedikit demi sedikit ia mulai belajar. Karena hal itulah, maka wajar sekali jika kejadian-kejadian yang sifatnya trial and error sering terjadi.
Memang kalau dibandingkan dengan kedua kakaknya, Bhatara Guru masih jauh, baik dari segi kemampuan, kedigdayaan, dan karakter. Bhatara Guru tidak begitu memiliki karakter-karakter yang menonjol sebagai pemimpin. Namun meskipun begitu, dia juga memiliki sisi kelebihan tersendiri, yang tidak dimiliki oleh kedua kakaknya. Dia lebih fleksibel, kompromistis, dan relatif mampu menyatukan kepentingan-kepentingan yang berbeda dalam jajaran eksekutifnya. Namun di sisi lain, Dia kurang punya idealisme dan keteguhan prinsip seperti yang dimiliki oleh kakak-kakaknya, sehingga ekses dari semua itu, ia terkesan kerap terombang-ambing kemana-mana di tengah perbedaan-perbedaan kepentingan yang melingkupinya, seolah dia tidak mempunyai sebuah ketegasan sebagai seorang pemimpin.
Namun bagaimanapun juga kita mesti acungi jempol juga kepada Bhatara Guru ini, karena kiprah yang ia lakukan selama satu periode di kahyangan ini sangat banyak. Dia adalah sosok pekerja keras memang. Dan dari pengalaman kepemimpinan yang telah ia jalani tampaknya kini jauh lebih tangguh dan sakti mandraguna dari sebelumnya, cepat bertindak, tangkas, strategis, solutif, serta mampu untuk mempengaruhi hasil keputusan yang diambil, tanpa terkesan memaksa.
Masa pemerintahan Kahyangan Jonggring Saloka tak terasa hampir usai. Berarti sebentar lagi tentu akan diselenggarakan Muskah (Musyawarah Pimpinan Kahyangan). Mengenai bursa para kandidat ketua kahyangan isunya sudah santer bermunculan. Siapa ya kira-kira mereka? Ya ndak usah jauh-jauh, sudah bisa diprediksikan pastinya tiga bersaudara seperteluran keturunan Sang Hyang Tunggal itulah yang akan maju sebagai kandidatnya. Bhatara Guru sebagai incumbent, Semar, dan Togog. Bisa tiga-tiganya yang maju, dua diantaranya, atau mungkin salah satunya saja. Tergantung dari kemauan dan tekad dari masing-masing mereka menjelang hari-H pemilihan. Dan juga tergantung dari persyararan administrasi yang ditetapkan oleh panlihnya. Mengenai siapa nantinya mendapat rekom, dan siapa yang benar-benar maju, serta siapa yang akan keluar sebagai pemenangnya, ya kita tunggu saja, kita ikuti proses musyawarah kahyangan jonggring saloka dengan hikmad.
Namun terlepas dari itu semua, kedepan harapannya, siapapun yang jadi, semoga mampu membawa Kahyangan Jonggring Saloka menjadi sebuah institusi yang disegani. Siapapun yang dipilih oleh kader melalui muskah, haruslah yang mempunyai visi kedepan yang jelas, tujuan serta motivasi yang tidak kabur. Kahyangan Jonggring Saloka ke depan, memerlukan sebuah revitalisasi serta pemulihan karakter sehingga dapat membedakannya dengan institusi-institusi yang lainnya. Mampu menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bagi para dewa-dewa yang hidup di dalamnya. Kembali memancangkan tonggak nilai-nilai moral, aturan, serta pedoman yang prinsipil. Menata kembali shof-shof barisan yang kocar-kacir. Menyatukannya dalam sebuah naungan prinsip dan satu komando. Demi untuk mewujudkan tipologi kahyangan yang ideal dan mencetak generasi-generasi yang berjuang dengan dilandasi oleh keikhlasan, loyalitas, dan semangat garda perjuangan.