curhat

FUNGSI OTAK MANUSIA
Oleh :

Idris Mahmudi, Amd.Kep;S.Pd.I.*
Perawat-Akupunturis
HP : 081336385486
Email : idris_mahmudi@yahoo.co.id
Blog : www.tata-h5idris.blogspot.com
• Penulis adalah Dai dan Perawat-Akupunturis, alumni IMM, penulis buku “Panduan Lengkap Seks islami ditinjau dari segi Al-Qur'an, Hadis dan Medis” ,saat ini sedang menempuh S2, dan dosen bantu FIKES UNMUH Jember.

“Agama diperuntukkan hanya untuk hamba Tuhan yang ber-akal”.
Hampir semua dari kita tahu dan setuju dengan kalimat pembuka di atas, tidak hanya karena kondisi faktual yang sering ditemui memang mengungkapkan hal itu. Ibarat organ tubuh yang lain boleh cacat, terganggu fungsinya bahkan rusak sekalipun namun selama otaknya sebagai tempat berfikir dan memproduksi akal tetap berproses, maka seseorang tersebut masih secara fungsional disebut manusia (yang ber-akal). Mata sebagai indera penglihat adalah penting, lidah sebagai indera pengecap dan alat bantu berbicara serta menelan juga penting, bahkan rambut, kulit, kuku, telinga, sampai ke anus dan organ reproduksi juga penting, namun otak tetaplah menjadi yang sangat penting.
Banyak contoh kerusakan yang terjadi pada organ seseorang, masih dapat ditanggulangi secara medis (sains dan teknologi kedokteran), seperti halnya yang dialami oleh Prof.DR.Burhanuddin Jusuf Habibie yang fungsi pacu jantungnya “ngadat dan rusak”, kemudian dapat hidup normal dengan menggunakan mesin pemacu jantung (pacemaker) saat memimpin dan menyelamatkan negeri ini dari keadaan kritis dan krisis, bahkan sehat sampai sekarang. Bangsa ini juga tak akan pernah lupa dengan Panglima Besar Jendral Sudirman, yang keluar masuk hutan saat memimpin perang gerilya melawan penjajah Belanda hanya dengan satu paru-nya saja. Bahkan saat ini telah pula diperdagangkan organ ginjal di China sebagai alternatif penyembuhan gagal ginjal, sementara si pemilik ginjal dapat hidup normal dengan satu ginjal saja. Namun hal sebaliknya juga terjadi pada diri almarhum Pak Harto (mantan Presiden RI ke 2) yang secara “fisik” organ di luar otak beliau dalam keadaan normal, namun karena “stroke” yang dideritanya telah menyebabkan fungsi otaknya “menjadi tumpul” sehingga tim dokter yang memeriksanya membuat kesimpulan medis bahwa beliau tidak mampu mengingat dan bercerita tentang hal-hal yang dialami jauh sebelumnya. Bahkan Taufik Pasiak di dalam bukunya (Revolusi IQ,EQ,SQ, Mizan, 2002 halaman 317) menyebutkan “ketika seseorang mengalami stroke dapat mengakibatkan perubahan kepribadian yang dramatis”. Perubahan dramatis yang paling tragis adalah kehilangan akal, dan kondisi seperti ini dinamakan perubahan yang menyebabkan seseorang keluar dari jati diri nya. Betapa tidak, seseorang yang semula ekstrofet, suka bercanda dan tertawa, terbuka dan sosialitasnya tinggi, setelah mengalami gangguan otak tiba-tiba menjadi seorang yang introfet, pemurung, suka menyendiri, dan nyaris ingin mengakhiri hidupnya sendiri.
Dari tinjauan anatomis otak manusia, dapat dijelaskan bahwa sejak perkembangan embryologis di dalam rahim ibu, organ ini telah memperoleh keistimewaan khusus dengan pertumbuhan yang sangat cepat dibanding organ tubuh yang lain, serta berada dalam perlindungan berlapis mulai dari tulang-tulang tengkorak kepala di bagian luar serta cairan cerebrospinalis yang berperan sebagai suspensi/shockbreker di bagian tengah dan lapisan luar otak (mening) di bagian terdalam. Ibarat sebuah produksi, itulah harga mahal yang harus dibayar untuk melakukan pengelolaan perawatan terhadap otak seseorang. Pertumbuhan otak terus berlangsung walaupun seseorang telah dilahirkan bahkan tumbuh dan berkembang menjadi anak, remaja dan dewasa. Tak sedikit pula seseorang mengalami pertumbuhan otak di luar kemauan serta kontrol dirinya, bahkan kalau otak dipelihara dan dirawat dengan baik, maka semakin bertambah usia seseorang semakin bertambah pula aktivitas otaknya dan nyaris masih dapat berfungsi dengan normal melayani kebutuhan kita sampai satu abad lamanya, sementara pada organ yang lain justru akan terjadi kemunduran fungsi setelah setengah abad dioperasikan.
Adanya potensi spiritual di dalam otak, telah diperkuat dengan 4 penelitian yang terus berlanjut sampai sekarang. Pertama, penelitian dari Denis Pare dan Rudolpho L tentang Osilasi 40 Hz, yang kemudian dikembangkan oleh Danah Zohar dan Ian Marshal menjadi Spiritual Intelligence (SQ). Kedua, penelitian dari Joseph deLoux tentang aktivitas di bawah kesadaran kognitif, yang kemudian dikembangkan menjadi Emotional Intelligence (EQ) oleh Daniel Golleman dan Robert Cooper. Ketiga, adanya area God Spot (adanya Titik Tuhan di Area Otak Manusia) di pars temporalis yang ditemukan oleh Michael Persinger dan Vilyanur Ramachandran dan bukti penelitian keempat adalah adanya Somatic Marker yang diteliti oleh Antonio Damasio.
Keempat penelitian tersebut memberikan kontribusi pemikiran tentang adanya hati nurani atau intuisi di dalam otak manusia, yang senantiasa berperan serta dalam pengawalan kehidupan kemanusiaannya sejak awal mula kejadian (baca : perjanjian primordial manusia dengan Tuhan). Pemikiran inilah yang menjadi tonggak dari konsepsi keyakinan bahwa kehidupan manusia memang tidak dapat terlepas dari Tuhan.
Kinerja otak berproses melalui tahapan awal yang sederhana yaitu otak rasional dengan bantuan panca indera. Hampir seluruh aktivitas kita keseharian, merupakan hasil tangkapan pancaindera, yang kemudian direspon oleh otak rasional. Manakala kinerja otak rasional tidak lagi mampu memecahkan masalah, maka baru akan meningkat ke tahap kedua dengan menggunakan otak intuitif. Di saat kinerja dengan otak intuitif menemui kebuntuan, maka seluruh permasalahan akan diambil alih dengan penyelesaian melalui tahap ketiga yaitu otak spiritual. Betapa besar kemurahan Tuhan di dalam membimbing hambaNYA sampai perlu memberikan proses bertingkat di dalam setiap upaya pemecahan masalah. Bahkan begitu sayangnya Tuhan dengan manusia, maka muncul suatu pemikiran (filsafati) yang berkeyakinan bahwa dengan otak spiritual itulah pencarian panjang (melalui proses bertingkat dengan operasionalisasi otak rasional kemudian otak intuitif) akan memunculkan peluang seorang hamba untuk bertemu dengan Tuhannya. Man arofa nafsahu, arofa robbahu (barang siapa yang menemukan jati dirinya, maka akan menemukan Tuhannya).
Akselerasi perpindahan operasionalisasi otak rasional ke otak intuitif kemudian berpindah lagi ke tingkat penggunaan otak spiritual, sangat bergantung pada tingkat pengalaman penggunaan di masing-masing level serta kapasitas penggunaan pada setiap levelnya. Proses akselerasi tersebut menentukan tingkat kemampuan atau kecerdasan yang disebut dengan Spiritual Quotient (SQ).
Sampai saat ini kita telah dapat mengenali adanya pilar-pilar kecerdasan yang menopang
terwujudnya pencapaian Spiritual Quotient (kecerdasan Spiritual) yaitu Intelectual Quotient (IQ), Emosional Quotient (EQ), Creativity Quotient (CQ), Adversity Quotient (AQ) dan Social Quotient (SQ).
Betapa besar pengaruh kinerja otak manusia sebagai substrat kesadaran bagi kehidupan dan masa depannya, sehingga Tuhan membebaskan tugas dan tanggung jawab seorang hamba untuk mengabdi kepada Sang Pencipta, manakala otaknya tidak berfungsi normal. Bayangkan bila seseorang mengalami disfungsi otak sampai pada tingkat kehilangan akalnya, walaupun badan jasmaninya sehat akan tetapi jiwanya terlepas sehingga tidak lagi berada di dalam gradasi hidup bersusila dan bersosial. Kalau saja di dalam acara ritual keagamaan, tiba-tiba muncul perilaku dari seseorang yang kehilangan akal (berteriak-teriak dalam keadaan tanpa busana alias telanjang saja), maka dapat dipastikan akan sangat mengganggu jalannya prosesi ritual keagamaan, sehingga perlu memblokade orang yang berperilaku menyimpang tersebut ke tempat rehabilitasi atau bahkan mungkin isolasi. Tragis, akan tetapi itulah yang terjadi.
Oleh karenanya melalui proses pada level pertama dengan otak rasional, semestinya kita senantiasa bersyukur kepada Tuhan, karena kita berada pada posisi yang sangat beruntung dapat menyelesaiakan seluruh permasalahan duniawi melalui level kedua (otak intuitif) maupun melalui level tertinggi yaitu otak spiritual untuk dapat bertemu dengan Sang Maha Pencipta!.
Ternyata Tuhan Maha Pemurah karena tidak perlu perkecualian (ekseption) lagi bagi kita, sehingga kita dapat menggunakan sekaligus tiga tingkatan berfikir dari fungsional otak kita, lalu mengapa tidak kita segerakan (akseleratif) untuk melangkah lebih cepat dan lebih cepat lagi agar kelak dapat mencapai dan menggapai tempat bersimpuh di hadapan Tuhan yang kita cintai dan mencintai kita?.
KESADARAN BERTUHAN DAN BERAGAMA
Adanya "Rasa bertuhan" manusia di sebabkan adanya ke Hanifan dalam diri manusia itu sendiri. dalam hal ke Hanifan itu sendiri, kerap muncul pertanyaan.Dari Manakah Ke Hanifan itu berada? Di Hati kah, di dalam Sel, atau di Jantung atau di Otak?
banyak para peneliti terdahulu mencari Jejak Tuhan dalam sudut pandang Sains. terutama jejakNya dalam Otak, dan bukan berarti Tuhan Bertempat dalam Otak, karena "Tempat" mempunyai Dimensi Ruang yang Terbatas, sedang Tuhan tak terikat dengan Dimensi baik Ruang maupun Waktu. Tuhan lebih di maksudkan sebagai jejak-jejak Tuhan yang ada dalam tubuh manusia, sebagaimana Astrounot meninggalkan Jejak kakinya di bulan, Tuhan pun meninggalkan jejakNya pada tubuh manusia yang unik bin Ajaib ini, sebagaimana kebutuhan Makan, Minum telah di program dalam Otak Manusia kebutuhan akan Tuhan pun juga telah terprogram dalam Otak manusia, sebagai Sarana untuk mencapai Keimanan dan Transformasi dalam diri menuju An-Nafs Al-Mutmainnah atau Jiwa yang tenang. Dengan jiwa yang tenang itulah manusia akan menjadi bahagia (as-sa’adah).
Jika Tuhan di identikkan dengan "Keghaiban" karena dalam AsmaNya Dia adalah Yang Maha Ghaib, maka sel-sel Otak dalam tubuh manusia pun di identikkan menjadi JejakNya. para Ilmuwan Biologi dan Fisika mencoba menerobos kehidupan paling kecil itu, tetapi selalu hanya "Ke Ghaiban" yang ada. manakah yang di sebut dunia seluler? tanyakanlah kepada alat yang di pakai! jika sel di lihat dengan mata biasa, yang ada adalah sekumpulan besar sel atau yang biasa di sebut Jaringan. dengan mata biasa, yang ada hanyalah organ tubuh. organ tubuh itu sendiri adalah dunia fisik yang paling sederhana dari manusia.
jika lebih tajam dari mata, misalnya dengan memakai Mikroskop yang tampak adalah sel-sel yang terpisah satu dengan yang lain. itupun jika di lihat dengan mikroskop hingga perbesaran 100.000 Kali atau 1.000.000 Kali. dengan Mikroskop Elektron yang memnesarkan hingga jutaan kali, tidak ada lagi sel-sel. yang ada hanyalah komponen-komponen dalam sel, yang di antara komponen itu terdapat "ruang kosong" yang entah apa ISI nya. bila ada alat yang dapat memperbesar lagi, yang ada hanyalah "Ketiadaan". Ilmuwan Biologi menyebutnya Energi. Tubuh manusia penuh dengan Energi dan ALAM SEMESTA INI PENUH DENGAN ENERGI, DAN SELURUH DARI REALITAS INI HANYALAH SAMUDRA ENERGY YANG LUAS TAK TERBATAS YANG MEMPUNYAI HUKUM-HUKUM TERTENTU YANG BERJALAN HARMONIS SATU SAMA LAINNYA. karena Alam adalah Energy, hubungan Manusia dengan Alam adalah sebuah Totalitas. Manusia adalah bagian dari Alam dan Ombak Energy mengalir bolak-balik dalam tubuh manusia.menurut Fisikawan Werner Heisenberg, dunia Subatomik adalah suatu dunia ketidak pastian[1] di mana Hukumnya tidak berlaku dalam dunia yang tampak.
sedikit lebih besar dari sel, beberapa Ahli Otak menemukan Jejak Tuhan dalam Otak Manusia. bukti-bukti itu melebihi apa yang secara spekulatif di sebut oleh Ilmuwan seperti Albert Einstein, Max Planck, Darwin, bahkan Gary Zulkav atau Ibnu Sina yang telah menguraikan kesesuaian Fisika dengan Mistisisme Timur. ini karena di anggap Otak adalah Pusat Hardware dan Software manusia yang menjalankan Program manusia. kehidupan dan kematian sering di identikan dengan ada atau tidaknya fungsi-fungsi Otak.
Dalam kasus penelitian oleh Dr. Vilyanur Ramachandran, salah satu Ahli Otak yang menyebut adanya God Spot(selebihnya baca http://www.facebook.com/note.php?note_id=465999568925) Ramachandran melaporkan kasus melihat Tuhan yang di alami oleh Dr. Michael Persinger, Neuro-Psikolog dari Kanada, ketika Otaknya di pasang oleh EEG(Electro Enchepalograph) untuk merekam aktivitas Otak. walaupun Persinger bukan seorang yang religius, dengan perangsangan Magnetik pada Lokus Temporal ia dapat "Melihat" Tuhan[2] namun Persinger tidak Melihat Tuhan secara Objectif, melainkan adanya perasaan Mistis yang muncul ketika di pasang oleh Kabel magnetik pada Lokus Temporal Otak Manusia. Perasaan mistis itu semisal terasa tenang, terasa nyaman, reaksi tenteram maupun bahagia saat diberikan nasehat-nasehat keagamaan atau disebut nama Tuhan. Aktivitas otak dalam gelombang EEG menunjukkan hiperaktivitas atau bersinar-sinar manakala disebut nama Tuhan ataupun materi-materi yang berkaitan dengan spiritualitas.
dalam sebuah Buku yang di susun oleh Danah Zohar di sebut sebagai Kecerdasan Spiritual (SQ) merupakan bawaan Lahiriah Manusia [3]. artinya kecerdasan itu akan tetap ada sekalipun kecerdasan linear atau asosiatif tidak berkembang dengan baik. penghayatan terhadap Tuhan, sebagaimana di praktikkan oleh suku-suku primitif, merupakan bukti adanya Jenis itu. Kebutuhan "Rasa" ber-Tuhan, atau memiliki spiritualitas, merupakan kebutuhan Otak yang di mana merupakan kebutuhan Ruhani Manusia itu sendiri. ada kaitan langsung secara tegas antara kebutuhan itu dan tersedianya Potensi Ketuhanan dalam Otak Manusia seperti Berpikir, Rasa Cipta, dan Menggagas. para Peneliti Otak, antara lain dari Universitas California San Diego, menemukan daerah Temporal sebagai Lokasi yang berperan penting dalam hal-hal Spiritualitas. Dari sini nyatalah bahwa BerTuhan dan beragama adalah sebuah kebutuhan bagi manusia serta manusia hakikatnya tidak bisa lepas dari Tuhan maupun agama karena itu adalah perjanjian hakiki antara manusia dengan Tuhan Allah sejak zaman Azali (di alam Arwah) sesuai Q.S. Al-A’rof : 172. Keyakinan Atheisme (faham yang meyakini bahwa Tuhan tidak ada) atau faham komunis yang dicetuskan Karl marx dengan kalimat spektakulernya “the religion is opium” sebenarnya menyalahi kodrat manusia itu sendiri yang selalu ber-Tuhan dan beragama. Akhir abad 20 semua faham anti Tuhan itu terpatahkan oleh hasil penemuan Prof.Dr. Michael Persinger dan Prof.Dr. Vilyanur Ramachandran diatas. Namun demikian 14 abad yang lalu Allah sudah memberitakan hal tersebut pada Nabi Muhammad yang Ummi dalam Q.S. Al-A’rof : 172.

0 komentar:

Posting Komentar