curhat

SUAMI MENYUSU PADA ISTRINYA,BATALKAH PERNIKAHANNYA ?


Senin, 11 Mei 2009 jam 19.30 datang 2 aktivis wanita dari organisasi IMM Kota Universitas Jember (Imawati Galuh dan Imawati Santi) yang bertanya dan mengklarifikasi halaman 44 dari buku penulis yang berjudul “panduan lengkap Seks Islami ditinjau dari segi Al-Qur’an, hadis dan Medis) yaitu kalimat “tidaklah mengapa bagi suami sambil menyusu payudara istri yang sedang hamil saat “bercinta” demi memperoleh kenikmatan yang lebih dahsyat”.

Saudara sepersusuan yang mengharamkan pernikahan adalah mereka yang semasa kecil / bayi pernah disusui oleh satu orang wanita. Misal A dan B pernah disusui oleh C. maka A dan B haram menikah karena sesusuan. A atau B juga haram menikah dengan C karena C adalah ibu susuannya. Berbagai hadis yang ada dan jelas adalah sepersusuan ketika masih kecil dan kejadian itu sebelum menikah. Tidak ada keterangan yang tegas akan larangan menyusu saat dewasa terutama bagi suami yang sambil menyusu ke istrinya saat berhubungan intim. menyusu sebelum pernikahan menyebabkan merubah status pernikahan, tapi jika saat kecil tidak ada riwayat sepersusuan, kemudian menikah dan dalam pernikahan terjadi sesuatu semisal menyusu istrinya saat bersetubuh, menurut pendapat saya berdasar interpretasi beberapa hadis, tidak mengapa dan tidak merubah status pernikahan. Istri Tidak menjadi ibu susuan bagi suami. Karena setiap aktifitas dalam rumah tangga terutama masalah hubungan intim suami-istri adalah asas muamalah, dan dalam kaidah muamalah terdapat ushul fikih “Al-ashlu fil Asy-yaa” al- ibahah ma lam yurid dalilu ilat tahrim”( asal dari segala muamalah adalah boleh/mubah selama tidak ada dalil yang mengharamkannya). Berciuman dalam berhubungan intim termasuk sambil menyusu payudara istri untuk menggapai kenikmatan merupakan muamalah dalam seksual pasutri, sehingga boleh dan tetap boleh serta tidak merubah status suami istri menjadi ibu susu, karena memang secara tegas hadis yang berhubungan menyusu ketika dewasa terutama menyusunya suami kepada istri tidak ada larangan tegasnya. Selain itu menyusu yang menjadi saudara sepersusuan ada beberapa indikasinya :
1. karena lapar.
2. Mengenyangkan.
3. 5-10 kali hisapan yang mengenyangkan.
4. saat kecil.
5. belum menikah (ini tambahan pendapat saya).
Sebelum pernikahan dan sesudah pernikahan hukumnya adalah lain. Kaitannya dengan suami yang menyusu istrinya saat bersetubuh, 5 indikasi yang mengarah ke sepersusuan tidaklah ada. Kecenderungan suami menyusu istrinya bukanlah karena lapar atau untuk mengenyangkan tapi sekedar bersenang-senang. Selain itu dalil tegas / Qoth’iy dari al-qur’an menyusu yang sempurna adalah 2 tahun. Artinya dalam bulughul marom lebih dari 2 tahun, atau sesudah dewasa tidak berpengaruh menjadi sepersusuan. Dalam bulughul marom terdapat 2 pendapat yaitu menyusu yang menjadi sepersusuan hanyalah waktu kecil, yang berdampak tidak mengapa jika sudah besar apalagi suami pada istrinya, dan menyusu yang menjadi sepersusuan baik kecil maupun sudah dewasa, sehingga berdampak hukum walau sudah dewasa jika menyusu. Hal ini juga yang melandasi suami yang menyusu istrinya terutama saat bersetubuh menjadi sepersusuan yakni istri menjadi ibu susu suami dan pernikahan batal serta harus diceraikan. Agaknya ini yang melandasi pendapat A. Hasan dalam buku Tanya jawab. Tanpa mengurangi rasa hormat kepada A. Hasan, secara pribadi saya berpendapat dengan “tidaklah mengapa suami menyusu istrinya saat bersetubuh”. Al-Quran dan hadis adalah mutlak kebenarannya, tapi interpretasi, pemahaman, ro’yu atau pun pendapat yang terambil dari al-qur’an maupun hadis adalah relative. Jadi berbeda boleh dan jangan sekali-kali menjustifikasi pendapat sendiri dan menyalahkan pendapat orang lain. Karena pendapat adalah lahir dari sesuatu dalil yang dzonni, bukan qoth’iy. Dan bukankah rosul pernah berkata : “perbedaan pendapat dikalangan umatku adalah rahmat senyampang masih sejalan dalam semangat mencari kebenaran”. Dan bukankan imam Syafi’i berkata : “pendapatku benar dan pendapat imam lain mungkin tidak salah”. Berbeda pendapat sangatlah luar biasa hikmahnya, karena menurut saya Tuhan tidak bertanya “5 + 5 sama dengan berapa pada hambanya, tapi Tuhan bertanya pada hambanya10 dihasilkan dari berapa tambah berapa ? dan bukanlah pelangi itu tampak indah karena adanya perbedaan warna ?
Wassalam.
Hormat saya,
Idris Mahmudi,Amd.Kep. (penulis Buku “panduan lengkap seks Islami ditinjau dari Al-qur’an, hadis dan medis, HP : 081336385486).

1 komentar:

aruhiyatna mengatakan...

terimakasih infonya.
http://yvc-i-gc012.blogspot.co.id/

Posting Komentar