curhat

TERAPI TAWAKAL Oleh : Idris Mahmudi, Amd.Kep; M.Pd.I. Judul ini terinspirasi oleh sebuah buku terbitan Ahsan Books yang merupakan kumpulan dari tulisan-tulisan 10 Ulama terkenal pada zamannya, yaitu : Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah, Abu Thalib Al-Makki, Syekh Abdul Qadir Jailani, Imam Ghozali, Ibnu Qudamah Al-Maqdisi, Abu Said Al-Kharraz, Ibnu Taimiyah, Ibnu Atha’illah As-Sakandari, Al-Muhasibi, dan Imam Qusyairi. Buku tersebut telah diterjemahkan oleh Luqman Junaidi tahun 2010 dengan judul “Terapi Tawakal” dan memberikan inspirasi serta menyejukkan qolbu bagi siapa saja yang membacanya. Salah satu kisah memukau yang bisa dikutib disini adalah kasus Abu Hamzah Al-Khurasani. Saat perjalanan menunaikan ibadah haji, ia terperosok di sumur tua yang sudah tidak terpakai di tengah padang pasir yang sepi. Dia ingin berteriak minta tolong, tapi ia telah bersumpah tidak minta tolong pada siapapun kecuali hanya kepada Allah. Akhirnya diapun diam dan hanya yakin dengan pertolongan Allah. Sesaat setelah itu terdengar ada 2 lelaki yang bercakap “sumur ini sudah tidak terpakai, mari kita tutup saja agar tidak ada orang yang terperosok”. Saat itu Abu Hamzah Al-Khurasani yang mendengar kedua lelaki itu ingin berteriak minta tolong, tapi ia ingat akan sumpahnya. Dia kembali meneguhkan diri “Aku hanya akan berteriak dan minta tolong pada Zat yang lebih dekat dari kedua orang ini, bahkan Zat yang lebih dekat dari urat leherku”. Akhirnya kedua orang itu menutup sumur dengan dahan, ranting dan dedaunan. Agak lama Abu Hamzah Al-Khurasani di dalam sumur, disaat tiba-tiba ada suara mendekat dan menyibak dahan, ranting dan dedaunan yang menutup sumur itu. Ada tali yang dijulurkan ke dalam sumur untuk Abu Hamzah Al-Khurasani seakan tahu betul bahwa disitu ada orang yang terjebak. Abu Hamzah Al-Khurasani berpegangan dan setelah diatas, belum sempat bahagia terekspresikan dari wajahnya, ia panas dingin ketakutan melihat penolongnya adalah seekor singa, binatang buas yang manusia pun bisa menjadi mangsanya. Singa itupun pergi meninggalkannya yang menggigil ketakutan. Saat itulah ia seakan mendengar suara “Abu Hamzah, tidakkah ini lebih baik ? engkau selamat dari mulut sumur tua meski berada di depan mulut singa?” (Terapi Tawakal hal. 190-192). Secara etimologis, kata tawakal berasal dari fi’il madli وكل (wakkala) yang berarti menyerahkan atau mempercayakan. Dalam kitab jaami’ul ‘Ulum wal hikam, secara terminologis Ibnu Rojab Al-Hanbali menjelaskan, tawakal adalah penyandaran hati yang sebenar-benarnya terhadap Allah dalam mengambil kemaslahatan dan mencegah kemudharatan dari berbagai urusan dunia dan akhirat secara menyeluruh. (Syekh Salim Bin ‘Ied Al-Hilali, dalam Syarah Riyadhush Sholihin, Pustaka Imam Syafi’i, 2013, halaman 287). Dari sini bisa ditarik kesimpulan, bahwa tawakal berarti pasrah sepenuh hati kepada Allah terhadap apapun yang terjadi. Pertanyaaannya, mengapa tawakal bersanding dengan terapi ? bisakah tawakal menjadi terapi ? apakah tawakal menafikan usaha manusia ? apakah dengan tawakal lantas manusia tidak perlu berobat ? pengalaman pribadi penulis agaknya cukup inspiratif diceritakan pada pembaca sekalian. Jumat 21 Agustus 2015 penulis diminta menyampaikan khutbah Jumat di masjid Al-Ikhwan Jember dimana saat itu putri ke-2 penulis sedang sakit, sudah 2 hari panas mencapai 390C. Penulis mengalami trauma karena putri pertama pernah mengalami hal serupa dihari yang sama dan sampai terjadi kejang, opname di Puskesmas disaat penulis sedang sholat jumat dan menjadi Khotib di Masjid Al-Mubarok Jember, yang dampaknya hingga sekarang mengalami keterlambatan bicara akibat kerusakan sistem otak saat kejang. Secara manusiawi wajar jika kami merasa khawatir dengan keadaan sakit putri ke-2 kami, hingga disela Khutbah Jumat kami meminta keikhlasan doa dari para jamaah untuk kesembuhannya. Yang lebih berat, sepulang jumatan, harus berangkat ke Cakru Kencong-Jember selama 3 hari dalam rangka training para Dosen UNMUH Jember. Saat itu sahabat dosen menguatkan “pasrahkan pada Allah pak Idris, إن تنصر الله ينصركم ويثبت أقدامكم (jika kamu menolong agama Allah, Niscaya Allah akan menolongmu dan mengokohkan pendirianmu)”. Dengan mata sayu, badan lemas dan panas serta agak rewel karena sakit penulis tinggal putri ke-2 kami ke Cakru nginap selama 3 hari sampai minggu, 23-8-2015, dimana selama acara HP tidak boleh digunakan. Betapa bingungnya hati penulis, karena meninggalkan keluarga yang sakit dan tidak bisa berkomunikasi sama sekali. Penulis hanya sempat meninggalkan sirup untuk sekedar pengobatan simtomatis (obat untuk menurunkan atau menghilangkan gejala yang muncul). Disaat itulah penulis hanya berdoa : يا حي يا قيوم برحمتك أستغيث. حسبنا الله ونعم الوكيل نعم المولى ونعم النصير ولا حول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم. اللهم ربا الناس أذهب البأس إشف وأنت الشافي لاشفاء إلا شفائك شفاء لايغادر سقما Itu yang kami lafadzkan berulang-ulang, tawakal memohon kesembuhan langsung dari Allah. Saat selesai acara pulang dari Cakru pada hari Minggu, betapa bahagia hati melihat putri ke-2 kami sehat bermain dengan kakak dan uminya yang langsung minta gendong menyambut kedatangan penulis. Sungguh tawakal merupakan sebuah terapi tertinggi kepada ilahi zat sang maha penyembuh. Dari sini penulis berpendapat secara yakin bahwa tawakal itu bukanlah pasrah yang pasif, tetapi tawakal merupakan bagian dari usaha yang aktif. Tawakal tidak menafikan usaha manusia, tawakal juga tidak menutup pintu berobat jika sakit. Justru usaha dan upaya aktif dalam berobat lalu bertawakal/menyerahkan pada Allah, itu akan mempercepat dan memudahkan bagi terbukanya taqdir Allah yang lebih baik untuk seorang hamba. Sungguh maha benar firman Allah : ومن يتوكل على الله فهو حسبه “dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya”. (Q.S. Ath-Tholaq : 3). Mungkin pembaca merasa bahwa pengalaman pribadi ini tidak valid karena dianggap sekedar justifikasi diri saja. Penulis punya cerita nyata lain, ada seorang yang cukup kaya sakit. Karena harta tidak kekurangan ia berobat kemana saja yang dianggap bisa menyembuhkan. Mulai dari dokter yang berbiaya paling ringan hingga dokter berbiaya paling mahal. Mulai dari di dalam negeri hingga ke fasilitas kesehatan luar negeri. Namun tidak kunjung sembuh dari penyakit yang dideritanya. Suatu ketika saat hampir putus asa dengan penyakitnya, ada salah satu temannya memberi nasehat agar berobat ke seorang spiritual di Banyuwangi. Dengan semangat ia mendatanginya dan spiritualis itu hanya menganjurkan memasrahkan semua sakitnya pada Allah serta dimohon aktif dalam ibadah. Setelah sebulan menjalani, orang ini justru sembuh dari semua keluhan sakitnya. Subhanalloh... Ketika manusia merasa mampu hingga terjebak pada sombong akan dirinya yang berharta maka disitulah Allah akan mengujinya dengan sakit yang tak kunjung sembuh. Jika ia merasa tak berdaya dan ingat Allah disitulah dia sedang bertawakal. Disitulah tangan Allah bekerja untuknya saat ia mengakui kelemahannya dan melepas kesombongannya.

0 komentar:

Posting Komentar