curhat

bertemu Kyai haji Ahmad Dahlan


SEBUAH PERTEMUAN
Oleh :

Idris Mahmudi, Amd.Kep;S.Pd.I.*
HP : 081336385486.
Email : idris_mahmudi@yahoo.co.id.
Blog : www.tata-h5xidris8sukses.blogspot.com.

Dalam keheningan malam aku termenung, melihat dan menatap diriku sendiri. Berintrospeksi dan bertanya pada diriku sendiri :”kemana sebenarnya aku berlayar dan seperti apa sebenarnya muara kehidupanku nantinya?” Bertahun-tahun aku mendayung dan mengembangkan biduk, tak jua kudapati ketentraman dan ketenangan dalam komunitas masyarakat yang penuh dengan kelaziman, kelaparan, dan kungkungan ketidak adilan”.
Assalamualaikum……
Wa’alaikumus salam, jawabku penuh kekagetan dan membuyarkan sejuta lamunanku sesaat seorang tua mengucapkan salam kepadaku sambil memegang pundakku dari belakang. Spontanitas memori otakku berjalan sambil berkata dalam hati : “Sepertinya aku kenal dengan pak Tua ini ?” yaaah …
Wajahnya begitu familier, fotonya kusimpan rapi dalam albumku, aku kenal pak tua ini ! Bukankah pak tua ini yang mendirikan sebuah organisasi berbasis umat islam rasional terbesar di Indonesia. Bukankah pak tua ini yang mengubah Surat Al-Ma’un menjelma menjadi ribuan panti asuhan. KH Ahmad Dahlan seruku dalam hati sambil mencium tangannya dan sungkem ke pangkuan kearifan wibawanya. Hatiku tenang sekali melihat keteduhan wajahnya. Tapi aku bingung, mengapa ia ada di sini ? mengapa ia muncul lagi di tahun ini ? bukankah ia telah …
“Memang aku telah lama mati anak muda, bahkan mungkin ragaku telah bersatu dengan tanah, namun kumohon jangan kau kubur cita-cita dan ajaranku bersama jasadku anak muda” ucapnya sambil meneteskan air mata beningnya seakan ia mampu membaca alur pikiranku. Tanpa sadar akupun meneteskan air mata. Ia merangkulku, dalam keadaan yang serba haru itu ia berbisik : “Mungkin usiaku hanya 55 tahun anak muda, tapi meski aku telah tiada, tolong hidup-hidupilah Muhammadiyah dan jangan mencari hidup di Muhammadiyah”.
Astaghfirulloh …. Aku tersentak dan sadar. Maafkan aku Kyai, maafkan generasi penerusmu yang justru banyak mencari hidup di Muhammadiyah demi kekenyangan perutnya tanpa mau menghidupi Muhammadiyah. Bahkan kami sering bertengkar satu sama lain hanya karena ingin mencari hidup di Muhammadiyah.
Aku sadar,aku mendongakkan wajah dan ingin kusampaikan ini semua pada beliau, tapi ia telah pergi entah kemana tanpa kutemukan jejaknya. Aku sedih sekali terasa kehilangan untaian mutiara yang selama ini kucari. Akupun akhirnya menangis sendirian di keheningan malam itu.


* Penulis adalah Guru dan perawat-akupunturis, alumni IMM serta sebagai dosen Bantu di D3 FIKES UNMUH Jember.

0 komentar:

Posting Komentar