curhat

PEMIKIRAN KYAI DAHLAN DALAM PENDIDIKAN


FILOSOFI PEMIKIRAN PENDIDIKAN K.H. AHMAD DAHLAN DALAM FENOMENA MUHAMMADIYAH Makalah Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pemikiran Tokoh-Tokoh Pendidikan Islam Yang dibina oleh Dr. Muniron, M.Ag. Oleh: Idris Mahmudi, Amd.Kep; S.Pd.I. NIM (0849110124) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM KONSENTRASI Pemikiran Pendidikan Islam PROGRAM PASCA SARJANA STAIN JEMBER November, 2012 Kata Pengantar Alhamdulilah meskipun dengan tersendat dan tertatih-tatih makalah yang tentu belum sempurna ini telah berhasil penulis persembahkan dalam memenuhi iklim akademik di perkuliahan S2 yang kontruktivis dan andragogis ini. Pasca memanjatkan puji syukur pada Allah SWT, penulis mengucapkan terima kasih pada pembina mata kuliah Pemikiran Tokoh-tokoh Pendidikan Islam, bapak Dr. Muniron, M.Ag. yang begitu sabar dan intens menemani diskusi kami di pasca sarjana STAIN Jember. Secara jujur penulis begitu terkesan dengan pemikiran dan wawasan Dr. Muniron terutama saat membaca Disertasi beliau. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan pada kedua sparing partner kami pak Ibnu dan pak Affandi yang bersama-sama konsis di konsentrasi pemikiran pendidikan Isam. Semoga kami bertiga bisa selesai dengan lancar dari S2 ini dan menyandang gelar magister bahkan tidak berlebihan jika nantinya sama-sama menyandang Prof. Dr. Semoga sekapur sirih coretan ilmiah ini mampu menghangatkan kembali nuansa akademis kelas pemikiran pendidikan islam di S2 STAIN Jember. Akhir kata, makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karenanya masukan yang konstruktif sangat kami tunggu demi kontribusi kesempurnaan coretan ini. Jember, 12 Oktober 2012 Penulis, A. PENDAHULUAN Kontek sosial-ekonomi-kultural dan politik di masa kolonialisme yang terjadi di Indonesia adalah kondisi pendidikan yang dikotomis. Dikotomis disini bisa berarti corak pendidikan umum yang berkiblat barat dan pendidikan islam (terrepresentasikan oleh pesantren) yang cenderung tradisional. Dikotomis juga berarti pemetaan sekolah dalam bentuk sekolah pribumi dan sekolah khusus anak belanda. Ini terjadi memang disengaja oleh Hindia Belanda untuk memperkuat dan menajamkan kuku kolonialisme Belanda di Indonesia. Sadar akan tantangan yang demikian, di beberapa kawasan Nusantara tampil para tokoh dan pemikir membawa seperangkat pemikirannya, baik dalam bentuk tulisan maupun melalui karya nyata sebagai jawaban terhadap tantangan yang mereka hadapi. Mereka itulah yang disebut dengan kaum pembaharu yang kehadiran dan kebangkitan mereka bertujuan tidak hanya untuk menentang pengaruh Barat dari segi sosial dan kultural, tetapi juga untuk menghimbau mereka untuk kembali kepada dasar-dasar pokok Islam melalui jalur pendidikan sebagai sentral kegiatan politiknya. Di antara tokoh pembaharu itu adalah yang muncul di Kauman Yogyakarta yaitu K. H. Ahmad Dahlan (1868-1923) dengan pemikirannya mengenai pendidikan Islam dan organisasi Muhammadiyahnya yang didirikan pada tahun 1912 M (tepatnya 8 Dzulhijjah 1330 H/ 18 November 1912 M yang sekarang sudah berusia genap 100 tahun/ 1 abad). Ada 2 pengaruh yang mengantarkan lahirnya gerakan Muhammadiyah di awal abad ke 20. Pertama, gerakan Tajdid Muhammad bin Abdul Wahab, Jamaludin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rosyid Ridho. Masing-masing memiliki corak pemikiran khas yang membedakan dari yang lain. Muhammad bin abdul Wahab menekankan pemurnian aqidah, seperti layaknya gerakan-gerakan Hanbali sebelumnya, dan karenanya gerakannya lebih bersifat puritan. Jamaludin Al-Afghani menekankan kebangkitan politik umat Islam, dan karena itu gerakannya lebih bersifat revivalis. Muhammad Abduh menekankan pemanfaatan budaya modern, dan karenanya gerakannya lebih bersifat modernis. Rasyid Ridha menekankan pentingnya berorientasi pada masa awal islam dalam kerangka pemahaman islam, dan karenanya gerakannya lebih bersifat reformis yang menjadi akar fundamentalisme di Timur Tengah. Dari telaah biografi K.H Ahmad Dahlan, terlihat betapa pendiri Muhammadiyah itu sangat terkesan dengan pemikiran-pemikiran mereka yang kemudian dipadu dengan setting sosial dan budaya Jawa. K.H. Dahlan dengan Muhammadiyahnya memadukan puritanisme, aktivisme, modernisme dan reformisme. Disebut apa jika demikian ? ya, tajdid itulah sebutan yang tepat. Kedua, modernisme barat yang terekspos melalui kolonialisme Belanda. Tapi Kyai Dahlan tidak melihat ide-ide modernnya, namun melihat pada lingkup format budaya seperti dasi, rumah sakit dan sekolahan ala Belanda. (Syafiq Mughni dalam Memberi dan Mencerahkan, 2009 : 4-5). Inilah embrio dari artikulasi pendidikan versi Kyai Dahlan. Selanjutnya, membicarakan tentang pemikiran K.H. Ahmad Dahlan tidaklah lengkap tanpa membaca konteks historis biografi beliau dan fenomena Muhammadiyah sebagai produk pemikiran praksis nya terutama yang telah mewarnai dalam bidang pendidikan di bangsa ini. (Syafiq Mughni dalam Memberi dan Mencerahkan, 2009 : 3). B. PEMBAHASAN 1. Riwayat Hidup Singkat Ahmad Dahlan Seperti yang kita ketahui bahwa penulisan riwayat hidup K.H. Ahmad Dahlan telah banyak dilakukan oleh para sarjana. K.H. Ahmad Dahlan lahir di Kauman Yogyakarta pada tahun 1868 . Nama kecilnya adalah Muhammad Darwisy dan merupakan anak ke-empat dari K.H. Abu Bakar (seorang ulama dan khatib terkemuka di Mesjid Besar Kesultanan Yogyakarta) dan ibunya merupakan putri dari H. Ibrahim yang menjabat sebagai penghulu kesultanan juga. Ia merupakan anak ke-empat dari tujuh bersaudara yang keseluruhan saudaranya perempuan kecuali adik bungsunya. Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang ke-duabelas dari maulana malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Wali Songo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di tanah Jawa. Ia dikenal jujur dan sederhana dan inilah yang membuatnya disukai orang. Untuk mempelajari ilmu-ilmu agama ia berpindah dari satu sekolah ke sekolah lainnya. Ia mempunyai sikap kritis terhadap pola pendidikan tradisional, tetapi tidak punya kekuatan untuk mengubahnya. Dalam keadaan seperti ini Ia beruntung memperoleh kesempatan melanjutkan pendidikannya ke Mekah pada tahun 1890. Di sinilah Ia berinteraksi dengan pemikir-pemikir pembaharu dalam dunia Islam, seperti Muhammad Abduh, al-Afgani, Rasyid Ridha, dan Ibnu Taimiyah. Pemikiran tokoh-tokoh Islam ini mempunyai pengaruh yang besar padanya. Ia juga merupakan murid Syaikh Ahmad Khatib (1899-1916), tokoh kelahiran Indonesia yang saat itu menempati posisi tertinggi dalam penguasaannya atas ilmu-ilmu agama di Mekkah. Dalam pendidikan keagamaan formalnya sebagian besar waktu K.H. Ahmad Dahlan tampaknya dihabiskan untuk mempelajari ajaran Islam tradisionalis, karena itu perkenalannya dengan gagasan-gagasan modernisme Islam kemungkinan terjadi lewat bacaan pribadi dan hubungannya dengan kaum moerdenis Muslim lain. Sekembalinya dari Mekkah tahun 1905, Ia menikah dengan Siti Walidah, anak perempuan seorang hakim di Yogyakarta yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Karena gajinya sebagai khatib tidak mencukupi untuk memenuhi keperluannnya sehari-hari, ia berdagang batik. Ini membawanya ke hampir semua daerah di Jawa dan memberinya kesempatan untuk menyampaikan gagasan-gagasannya kepada kaum Muslim di daerah masing-masing. Mereka inilah yang belakangan menjadi bagian inti gerakan Muhammadiyah dan pengikutnya yang bersemangat. K.H. Ahmad Dahlan juga bergabung dengan organisasi Jam’iyatul Khair, Budi Utomo, anggota teras Sarekat Islam. Sejak awal K.H. Ahmad Dahlan menetapkan bahwa Muhammadiyah yang didirikannya bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial-keagamaan dan bergerak di bidang pendidikan. Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh K.H. Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. Ia dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kyai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan sabar. Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaharuan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut. Namun, pada saat Muhammadiyah teratur dan kuat, K.H. Ahmad Dahlan berpulang ke rahmatullah pada tanggal 23 Februari 1923 dalam usia 55 tahun. Dan sekarang kita dapat menyaksikan Muhammadiyah menjadi semakin maju dan berkembang di seluruh nusantara dengan berbagai amal usahanya tidak terlepas dari usaha beliau yang sangat luar biasa. 2. Pemikiran Pendidikan K.H. Dahlan Pemikiran K.H Dahlan tidak terungkap secara elaboratif dan sistematik karena tampaknya Muhammadiyah pada saat awalnya tidak diarahkan untuk menjadi gerakan pemikiran, tapi gerakan sosial keagamaan. Terbukti tidak banyak tulisannya yang bisa dinikmati oleh kalangan luas. Ketika mengajarkan surat Al-Ma’un misalnya, K.H Dahlan tidak memberikan penafsiran yang elaboratif, tetapi memilih aplikasi nyata untuk reformasi kehidupan sosial dengan semangat surat tersebut. Demikian pula saat mendirikan sekolah, Ia lebih memilih tujuan pendidikan aplikatif daripada pengajaran intelektualistik. Itulah yang membedakannya dengan pembaharu keagamaan lain pada jamannya, seperti Ahmad Syurkati (Al-Irsyad) dan A. Hasan (Persatuan Islam). Itu pulalah yang menjadikan gerakannya lebih luas dan bertahan. (Syafiq Mughni dalam Memberi dan Mencerahkan, 2009 : 5-6). Hal ini pula yang membuat Carl Whiterington menyimpulkan bahwa Kyai Dahlan bukan ulama melainkan prakmatikus agama. (Muhajir Efendi dalam Memberi dan Mencerahkan, 2009 : 149). Oleh karenanya tujuan utama pendidikan Muhammadiyah sebagai hasil pemikiran Kyai Dahlan adalah pembentukan pribadi yang bertaqwa dan berakhlak mulia. (Musfiqon dalam Memberi dan Mencerahkan, 2009 : 87). K.H Ahmad Dahlan adalah tipe man of action sehingga sudah pada tempatnya apabila mewariskan cukup banyak amal usaha bukan tulisan. Oleh sebab itu untuk menelusuri bagaimana orientasi filosofis pemikiran pendidikan Beliau harus lebih banyak merujuk pada bagaimana beliau membangun sistem pendidikan. Namun naskah pidato terakhir beliau yang berjudul Tali Pengikat Hidup menarik untuk dicermati karena menunjukkan secara eksplisit konsen Beliau terhadap pencerahan akal suci melalui filsafat dan logika. Sedikitnya ada tiga kalimat kunci yang menggambarkan tingginya minat Beliau dalam pencerahan akal, yaitu: (1) pengetahuan tertinggi adalah pengetahuan tentang kesatuan hidup yang dapat dicapai dengan sikap kritis dan terbuka dengan mempergunakan akal sehat dan istiqomah terhadap kebenaran akali dengan di dasari hati yang suci; (2) akal adalah kebutuhan dasar hidup manusia; (3) ilmu mantiq atau logika adalah pendidikan tertinggi bagi akal manusia yang hanya akan dicapai hanya jika manusia menyerah kepada petunjuk Allah swt. Pribadi K.H. Ahmad Dahlan adalah pencari kebenaran hakiki yang menangkap apa yang tersirat dalam tafsir Al-Manar sehingga meskipun tidak punya latar belakang pendidikan Barat tapi ia membuka lebar-lebar gerbang rasionalitas melalui ajaran Islam sendiri, menyerukan ijtihad dan menolak taqlid. Dia dapat dikatakan sebagai suatu “model” dari bangkitnya sebuah generasi yang merupakan “titik pusat” dari suatu pergerakan yang bangkit untuk menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi golongan Islam yang berupa ketertinggalan dalam sistem pendidikan dan kejumudan paham agama Islam. Berbeda dengan tokoh-tokoh nasional pada zamannya yang lebih menaruh perhatian pada persoalan politik dan ekonomi, K.H. Ahmad Dahlan mengabdikan diri sepenuhnya dalam bidang pendidikan. Seiring dengan bergulirnya politik etis atau politik asosiasi (sejak tahun 1901), ekspansi sekolah Belanda diproyeksikan sebagai pola baru penjajahan yang dalam jangka panjang diharapkan dapat menggeser lembaga pendidikan Islam semacam pondok pesantren. Pendidikan di Indonesia pada saat itu terpecah menjadi dua: pendidikan sekolah-sekolah Belanda yang sekuler, yang tak mengenal ajaran-ajaran yang berhubungan dengan agama; dan pendidikan di pesantren yang hanya mengajar ajaran-ajaran yang berhubungan dengan agama saja. Dahlan merasa sedih melihat kondisi umat di Indonesia terjajah, tidak terdidik, terbelakang dan terasing dari agamanya. Sepulang dari haji, kesedihan itu semakin bertambah. Ia sadar harus berbuat meskipun berlawanan dengan kultur zamannya, taqlid dan jumud. (Syafiq A Mughni dalam Memberi dan Mencerahkan, 2009 : 3). Dihadapkan pada dualisme sistem (filsafat) pendidikan ini K.H. Ahmad Dahlan “gelisah”, bekerja keras sekuat tenaga untuk mengintegrasikan, atau paling tidak mendekatkan kedua sistem pendidikan itu. Cita-cita pendidikan yang digagas Beliau adalah lahirnya manusia-manusia baru yang mampu tampil sebagai “ulama-intelek” atau “intelek-ulama”, yaitu seorang muslim yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas, kuat jasmani dan rohani. Dalam rangka mengintegrasikan kedua sistem pendidikan tersebut, K.H. Ahmad Dahlan melakukan dua tindakan sekaligus; memberi pelajaran agama di sekolah-sekolah Belanda yang sekuler, dan mendirikan sekolah-sekolah sendiri di mana agama dan pengetahuan umum bersama-sama diajarkan. Dalam era sekarang konsep Kyai Dahlan ini lebih tepat dikatakan sebagai upaya pendidikan Integralistik. Pemikiran pendidikan Kyai Dahlan hari ini sangat nampak pada produk organisasinya, Muhammadiyah. Muhammadiyah dikenal sebagai pelopor dalam pendidikan di Indonesia. Bagaimana sekolah umum mengenal pendidikan agama dan sebaliknya pondok pesantren menerima ilmu non-agama. Satu abad lalu hal itu adalah sebuah langkah terobosan. Tidak mudah menerima terobosan seperti itu. Hanya orang-orang yang berjiwa reformis yang mampu mencernanya. (M. Sulthon Amin dalam Memberi dan Mencerahkan, 2009 : 79). Pemikiran pendidikan Kyai Dahlan mencerahkan, tepat sekali jika simbol organisasi Muhammadiyah yang didirikan adalah matahari yang bersifat menyinari dan mencerahkan. Belakangan lagu mars Muhammadiyah juga berjudul “sang Surya”, bahkan lembaga pendidikan tinggi Universitas Muhammadiyah bergelar “kampus matahari”. Kyai Dahlan dikenal dengan pembaharu, Muhammadiyah sebagai produk pemikiran pendidikannya juga bersifat sebagai organisasi Tajdid (pembaharuan). Dari sini bisa dikatakan bahwa corak/filsafah pemikiran pendidikan kyai Dahlan adalah modernis. Kemodernisan pemikiran pendidikan Kyai Dahlan bisa dilihat dari biografinya yang dekat dengan Muhammad Abduh (Mesir 1849-1905 yang mengusung pembaharuan), Jamaludin Al-Afghani (mengusung Pan Islamisme) serta Ibnu Taymiyyah dengan slogan Ar-Ruju’ ilal Qur’an was sunnahnya, yang kemudian mengantarkan Muhammadiyah sebagai gerakan puritan dalam bidang aqidah. Sungguhpun Muhammadiyah puritan dan fundamental dalam bidang aqidah, namun sangat modernis bahkan revolusioner dalam bidang pendidikan terutama jika ditilik saat konteks zaman kyai Dahlan. Kemodernisan pemikiran pendidikan Kyai Dahlan itu karena Dahlan dan Muhammadiyah hari ini membedakan antara aqidah, ibadah dan muamalat. Pendidikan masuk dalam lingkup ibadah yang muamalat, artinya inovasi, kreasi dan improvisasi dalam pendidikan/pembelajaran tidaklah menyalahi syariat walaupun dalam metode, sarana dan prasarana sama dengan penjajah belanda yang dianggap kafir saat itu. Meniru kemajuan barat dalam pendidikan dan metodenya tidaklah serta merta menjadi kafir. Inilah kontra produktif tokoh yang berseberangan dengan Dahlan kala itu hingga menganggap Dahlan sebagai kyai kafir. Setiap pembaharu pasti mendapat perlawanan dan setiap pembaharuan/kemodernisan selalu berhadapan dengan tradisional yang dianggap mapan. Dari sini tepat bila Deliar Noer menyebut kyai Dahlan dan Muhammadiyah sebagai organisasi modern terbesar di Indonesia, bahkan Nurcholis Madjid menyatakan pendidikan Muhammadiyah sebagai gerakan islam modernis dan sekaligus reformis yang terbesar di dunia. Lebih tegas lagi pernyataan kyai Dahlan saat ditanya apa sebenarnya Muhammadiyah itu, beliau menjawab “Muhammadiyah adalah Islam yang berkemajuan”. Ini menunjukkan bahwa kyai Dahlan dan pikirannya sangat pro kemajuan, kemodernisan dan pro perubahan. Ide pendidikan modern kyai Dahlan itu kini semakin berkembang di Indonesia dalam bentuk sekolah-sekolah maupun perguruan tinggi Muhammadiyah. Jika kyai Dahlan tidak berjiwa modern, pembaharu dan bersikap terbuka dalam pendidikan, maka sangat mustahil lembaga pendidikan Muhammadiyah mampu berkembang sampai detik ini baik secara kuantitas maupun kualitasnya. Kepemimpinan oraganisasinya juga selalu bertambah dan tertata rapi dari desa (ranting) hingga pusat Jakarta serta mampu bertahan hingga hari ini genap 1 abad. 3. Produk Organisasi dan Artikulasi Pemikiran Dahlan dalam Lembaga Pendidikan. Sejak pemikiran kyai Dahlan menjelma menjadi gerakan yang bernama Muhammadiyah, mulai berdiri hingga hari ini fenomena nya cukup menarik dicermati. Lecutan kyai Dahlan dalam ucapannya “Muhammadiyah sekarang berbeda dengan Muhammadiyah esok hari, maka jadilah insinyur, kembalilah pada Muhammadiyah, jadilah dokter, jadilah master dan kembalilah pada Muhammadiyah” merupakan spirit pendidikan kyai Dahlan yang tidak melupakan karya organisasinya. Keterbukaan dan kemodernan pemikiran kyai Dahlan terutama dalam konsentrasi pendidikan mengantarkan kebesaran Muhammadiyah hari ini sehingga beliau berpesan “kutitipkan Muhammadiyah kepadamu”. Beliau sangat prediktable dengan zaman dan ide yang dilontarkan hingga mampu membaca kemungkinan kebesaran Muhammadiyah di belakang hari dengan berpesan “jangan duakan Muhammadiyah”. Bahkan Muhammadiyah dan amal usahanya (semua lembaga aset dakwah Muhammadiyah yang sangat banyak) diwanti-wanti oleh pendirinya dengan “hidup-hidupilah Muhammadiyah dan jangan mencari hidup di Muhammadiyah”. Pesan dan ide kyai Dahlan tidaklah tiba-tiba hadir dari ruang hampa. Betapa tidak, ternyata pemikiran kyai Dahlan makin menjelma sebagai praksis gerakan yang melayani dan mensejahterakan bangsa. Fenomena perkembangan Muhammadiyah perbandingan tahun 2000 dan tahun 2005 dalam jumlah : Jenis Lembaga Tahun 2000 Tahun 2005 Pimpinan Wilayah Pimpinan Daerah Pimpinan Cabang Pimpinan Ranting SD/MI SMP SMA/SMK/sederajat Perguruan Tinggi Pondok Pesantren Institusi Kesehatan Panti Asuhan 26 295 2461 6098 2896 1713 929 132 55 312 240 30 375 2648 6721 2901 1718 946 165 67 345 330 (sumber : Suli Daim dalam Memberi dan Mencerahkan, 2009 : 79). Ide dan pemikiran kyai Dahlan kemudian tidak hanya seputar pendidikan, namun meliputi seluruh sistem sendi kehidupan yang mampu dipraksiskan. Namun tidak dipungkiri bahwa Muhammadiyah di awal berdirinya dominan dan terkonsentrasi pada pendidikan anak bangsa, membebaskan manusia dari belenggu kebodohan dan keterbelakangan. C. Kesimpulan dan Penutup Membaca pikiran kyai Dahlan yang luas, genuin, dan universal memang tak cukup dengan sekali potret dengan beberapa literatur saja, karena tidaklah cukup membuat simpulan hanya dengan potongan kisah hidup maupun perjuangannya dari sosok yang agamis namun juga reformis dan adiluhur. Namun demikian penulis berasumsi dengan landasan meyakinkan setidaknya analisis tersebut diatas lah yang hingga hari ini melekat pada sosok kyai Dahlan dengan ide pendidikan modernis nya beserta fenomena organisasi Muhammadiyah/lembaga pendidikan Muhammadiyah yang diakui banyak tokoh baik dalam negeri maupun luar negeri. Metode pembelajaran yang dikembangkan K.H. Ahmad Dahlan bercorak kontekstual melalui proses penyadaran. Contoh klasik adalah ketika Beliau menjelaskan surat al-Ma’un kepada santri-santrinya secara berulang-ulang sampai santri itu menyadari bahwa surat itu menganjurkan supaya kita memperhatikan dan menolong fakir-miskin, dan harus mengamalkan isinya. Setelah santri-santri itu mengamalkan perintah itu baru diganti surat berikutnya. Sungguh corak pendidikan yang modernis revolusioner dan teori yang aplikatif yang dikembangkan Dahlan untuk zaman itu yang penuh belenggu mistis, irrasional dan terbelakang oleh kebodohan. Metode yang ditawarkan kyai Dahlan adalah sintesis antara metode pendidikan modern Barat dengan tradisional. Dari sini tampak bahwa lembaga pendidikan yang didirikan K.H. Ahmad Dahlan berbeda dengan lembaga pendidikan yang dikelola oleh masyarakat pribumi saat ini. Sebagai contoh, K.H. Ahmad Dahlan mula-mula mendirikan SR di Kauman dan daerah lainnya di sekitar Yogyakarta, lalu sekolah menengah yang diberi nama al-Qism al-Arqa yang kelak menjadi bibit madrasah Mu’allimin dan Mu’allimat Muhammadiyah Yogyakarta. Sebagai catatan, tujuan umum lembaga pendidikan di atas baru disadari sesudah 24 tahun Muhammadiyah berdiri, tapi Amir Hamzah menyimpulkan bahwa tujuan umum pendidikan Muhammadiyah menurut K.H. Ahmad Dahlan adalah : 1. Baik budi, alim dalam agama 2. Luas pandangan, alim dalam ilmu-ilmu dunia (umum) 3. Bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya Dari uraian tersebut di atas, ada beberapa catatan yang diendapkan oleh Kyai Dahlan, antara lain: 1. Membawa pembaruan dalam bentuk kelembagaan pendidikan, yang semula sistem pesantren menjadi sistem sekolah. 2. Memasukkan pelajaran umum kepada sekolah-sekolah keagamaan atau madrasah. 3. Mengadakan perubahan dalam metode pengajaran, dari yang semula menggunakan metode weton dan sorogan menjadi lebih bervariasi. 4. Mengajarkan sikap hidup terbuka dan toleran dalam pendidikan. 5. Dengan Muhammadiyahnya Dahlan berhasil mengembangkan lembaga pendidikan yang beragam dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi dan dari yang berbentuk sekolah agama hingga yang berbentuk sekolah umum. 6. Berhasil memperkenalkan manajemen pendidikan modern ke dalam sistem pendidikan yang dirancangkannya. DAFTAR PUSTAKA Abdul Munir Mulkhan, Prof.Dr.SU, Kisah dan Pesan Kiai Ahmad Dahlan (Yogyakarta: Pustaka, 2005). Arbiyah Lubis, Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh (Jakarta: Bulan Bintang, 1993). Berita Resmi Muhammadiyah (BRM) No.23/April 1995. Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942 (Jakarta: LP3ES, 1995). Hadjid, Pelajaran K.H. Ahmad Dahlan 7 Falsafah Ajaran dan 17 Kelompok Ayat al-Qur’an (Yogyakarta: LPI PPm, 2005). Nadjib Hamid, Memberi dan Mencerahkan, Hikmah Pres, 2009. Surabaya. Suara Muhammadiyah, Edisi Sabtu, 9 Februari 2008. Umar Hasyim, Muhammadiyah Jalan Lurus, PT Bina Ilmu, 1990. Surabaya. Weinata Sairin, Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995). Yunus Salam, K.H. Ahmad Dahlan Reformer Islam Indonesia (Jakarta: Djajamurni, 1963).

0 komentar:

Posting Komentar